Abstract
The purpose of this study is to find out shether the Muhammadiyah Confederation can be a valid legal subject on a certificate of property and to describe the procedure that must be taken by the center leaders of Muhammadiyah Confederation to obtain a certificate of property. This research was a normative legal research using legislation approach. The result of this research was Muhammadiyah confeceration as legal subject categorized as a legal entity belonging to land ownership which is used directly for the purpose of religious/worship and social welfare, and directly to support religious and social activities. The procedure that mus be taken by the Muhammadiyah Central Leaders to obtain the proprietary on land by requesting the acquisition of proprietary to the Head of the local national land agency by attaching the requirement according to the rules.
Pendahuluan
Mengenai pertanahan tidaklah membicarakan mengenai persoalan hukumnya saja. Soal pertanahan terkait halnya dengan keyakinan, ekonomi, sosial, hingga budaya yang menyertainya. Bisa dikatakan bahwa bidang pertanahan sifatnya vital. Dimana tanah ditempatkan sebagai suatu bagian dalam kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat. Kebutuhan-kebutuhan tersebut kadang menimbulkan perselisihan kepentingan, sehingga masalah pertanahan menjadi hal yang sering dihadapi masyarakat.Sembiring (2010) berpendapat bahwa kebutuhan tersebut bersifat vital seringkali bersinggungan dengan persoalan ekonomi dan sosial di masyarakat.
Karenanya, dalam hukum pertanahan dikatakan bahwa ”... Land Law is a about the connections between people and land. It is also about the relationship between people, jostling for space and allocationg resources. It is as fascinating as people themselves, and as dynamic. As people change, so do the ways they use and think about land, and land law today looks different, even on the small island, from how how it did fifty years ago, and in another generation's time it will have changed again” (Hukum Tanah adalah tentang hubungan antara manusia dan tanah. Ini juga tentang hubungan antara manusia, berdesak-desakan untuk sumber ruang dan alokasi. Ini sama menariknya dengan orang itu sendiri, dan sama dinamisnya. Seiring orang berubah, begitulah cara mereka menggunakan dan memikirkan tanah, dan undang-undang pertanahan sekarang terlihat berbeda, bahkan di pulau kecil, dari bagaimana bagaimana hal itu terjadi lima puluh tahun yang lalu, dan di masa generasi lain akan berubah lagi).Cooke (2012)
Melihat dekatnya masalah pertanahan dengan aspek ekonomi dan kesejahteraan sosial, maka konstitusi Indonesia telah mengatur bahwa ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. UUD (1945) Dari pasal itu kita bisa mengetahui bahwa pada dasarnya semua tanah yang ada dalam wilayah Indonesia dikuasai oleh Negara.
Lebih lanjut, ”Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Agraria (1960)
Lalu terkait kekuasaan negara atas bumi termasuk di dalamnya adalah tanah yang ada hubungannya dengan tanah tersebut sebagaimana dijelaskan ” Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.” (1) (1960)
Diketahui bahwa tanah merupakan bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang memiliki batas tertentu. Di atas bidang tanah tersebut terdapat ha katas tanah baik yang dimiliki secara perorangan maupun badan hukum.Sangsun and Sangsun (2007) Maka hak-hak atas tanah dapat dipunyai oleh perorangan (sendiri), perorangan (bersama-sama), dan badan-badan hukum.
Hak-hak atas tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1960 terdiri dari : 1) hak milik, 2) hak guna-usaha, 3) hak guna-bangunan, 4) hak pakai, 5) hak sewa, 6) hak membuka tanah, 7) hak memungut-hasil hutan, 8) hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Terkait dengan hak milik, dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), diatur bahwa ”Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.” Santoso (2005) Dengan sifat hak milik yang terkuat dan terpenuh, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, jenis hak atas tanah ini menjadi persoalan dalam sengketa tanah di masyarakat.
Pemerintah menerapkan pembatasan atas kepemilikan tanah yang ada di Indonesia. Dalam Pasal 21 UUPA disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia melarang Warga Negara Asing, badan hukum asing, dan badan hukum yang tidak ditunjuk pemerintah untuk memiliki tanah di Indonesia dengan status hak milik yang merupakan status hak tertinggi dalam kepemilikan tanah di Indonesia.
Khusus terkait dengan badan hukum yang bisa mendapatkan hak milik atas tanah, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah bahwa Badan-badan Hukum yang disebut dibawah ini dapat mempunyai hak milik atas tanah, masing-masing dengan pembatasan yang disebutkan pada pasal-pasal 2, 3, dan 4 peraturan ini : a) Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara); b) Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 139); c) Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama; d) Badan-badan sosial, yang ditunjuk Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial. Tanah (1963)
Tentunya kita telah mengetahui kalau Persyarikatan Muhammadiyah adalah badan hukum perkumpulan yang telah berdiri sejak tahun 1912 dan baru mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1914 dan sampai dengan sekarang masih diakui keberadaannya oleh Pemerintah Republik Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah dalam upayanya mencapai maksud dan tujuan organisasinya menjalankan aktifitas-aktifitas di bidang keagamaan, sosial, pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang didukung oleh beragam fasilitas yang dimilikinya. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah memiliki aset berupa tanah dan bangunan yang menyebar hampir ke daerah-daerah di Indonesia. Tanah-tanah tersebut dimiliki dengan status hak milik atas nama Persyarikatan Muhammadiyah yang berkedudukan di Yogyakarta.
Muhammadiyah yang berkedudukan di Yogyakarta.
Sudah tentu dengan adanya kepemilikan aset, baik berupa bangunan yang digunakan untuk amal usaha maupun tanah yang demikian besar, sebuah badan hukum tentu cenderung memilih untuk mendapatkan status hak milik atas tanah yang dipunyainya. Hal ini tentu saja dikarenakan status tanah hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang “mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat” sebagai hak eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Sifat yang demikian akan terang bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak. Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang “ter” (artinya : paling) kuat dan terpenuh.Agraria (1960)
Setelah lebih seabad Persyarikatan Muhammadiyah berdiri, ada ribuan aset amal usaha yang dimiliki dan puluhan juta meter persegi asset tanahnya. Menurut catatan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui laman resminya dengan rincian sebagai berikut :Muhammadiyah (2019)
No. | Jenis Amal Usaha | Jumlah |
1. | TK/TPQ | 4.623 |
2. | Sekolah Dasar (SD)/MI | 2.252 |
3. | Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs | 1.111 |
4. | Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA | 1.291 |
5. | Pondok Pesantren | 67 |
6. | Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah | 171 |
7. | Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll | 2.119 |
8. | Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. | 318 |
9. | Panti jompo * | 54 |
10. | Rehabilitasi Cacat * | 82 |
11. | Sekolah Luar Biasa (SLB) * | 71 |
12. | Masjid * | 6.118 |
13. | Musholla * | 5.080 |
14. | Tanah * | 20.945.504 M² |
Metode
Dalam penulisan ini, metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penulisan yang menekankan pada penafsiran hukum positif dan menganalisa dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan yang ada, norma-norma hukum tertulis. Bila dilihat dari sifat penulisan, maka metode yang digunakan adalah metode yang bersifat deskriptif analistis, yaitu mencoba menggambarkan gejala yang timbul di masyarakat dan masalah yang timbul didalamnya serta mencoba untuk menganalisa dan memberikan suatu solusinya. Dalam metode yang digunakan ini mendasarkan pada data serta informasi yang bersifat umum, diantaranya Peraturan Perundang-undangan, teori maupun doktrin, dan pendapat ahli.
Hasil dan Pembahasan
Subyek Hukum
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum. Subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yaitu manusia dan badan hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, sudah barang tentu berdasar dari sistem dari hukum Belanda, yaitu individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Subyek hukum dimaknai setiap pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan atau menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai pemilik, pemegang, ataupun pendukung hak dan pemikul kewajiban, secara tersimpul juga adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan-hubungan hukum antara sesamanya. Hubungan-hubungan hukum itulah yang selanjutnya melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang bersangkutan.Di dalam hukum, istilah orang (persoon) mencakup makhluk pribadi yakni manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (recht persoon), keduanya adalah subyek hukum sehingga keduanya adalah penyandang hak dan kewajiban hukum. Dengan kata lain mereka memiliki hak dan kewajiban yang diakui hukum.Satrio (2013)
Menurut hukum, tiap-tiap manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Namun ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang ”tidak cakap” hukum. Maka, dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Orang-orang yang dianggap ”tidak cakap” untuk melakukan perbuatan hukum menurut ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata adalah : 1) Orang yang belum dewasa (dibawah umur) adalah seseorang yang usianya belum mencapai 21 tahun, terkecuali bagi yang sudah menikah dapat dianggap dewasa dan dapat melakukan perbuatan hukum, namun apabila dalam usia 21 tahun orang tersebut bercerai maka orang tersebut dianggap sebagai orang yang belum dewasa (masih dibawah umur), 2) Orang ditaruh dibawah pengampuan atau pengawasan (curatele). Paling tidak ada 3 alasan untuk pengampuan atau pengawasan, yaitu : keborosan, lemah akal budinya misalnya imbisil atau debisil, dan kekurangan daya piker misalnya sakit ingatan, dungu, dan dungu disertai mengamuk.
Sedangkan subyek badan hukum (recht persoon) adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status ”persoon” oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Beberapa pengertian badan hukum menurut para ahli hukum sebagai berikut pemaparan Raharjo (2009) 1) Badan hukum menurut Soebekti adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan menggugat di muka hakim, 2) Rochmat Soemitro mendefinisikan badan hukum sebagai suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak, serta kewajiban seperti orang-orang pribadi, 3) Menurut Srisoedewi Masjchoen, badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan mendirikan suatu badan, yaitu berwujud himpunan dan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu dan ini dikenal dengan yayasan, 4) Badan hukum menurut Salim HS adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, serta organisasi.
Adapun suatu badan bisa disebut Badan Hukum apabila memiliki ciri-ciri : 1) Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya; 2) Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya, dapat menuntut dan dituntut; 3) Memiliki tujuan tertentu; 4) Punya organisasi yang teratur, tercermin dari AD/ART.Raharjo (2009)
Hak Badan Hukum Atas Tanah
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada 24 September 1960 terjadilah perubahan dibidang hukum atas tanah dan hak-hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Setelah berlakunya UUPA, berakhir pula masa dualisme hukum tanah yang ada di Indonesia menjadi suatu unifikasi hukum tanah. Sebelum berlakunya UUPA, ada 2 golongan besar hak milik atas tanah, yaitu hak milik menurut Hukum Adat dan hak milik menurut Hukum Perdata Barat yang dinamakan hak eigendom.
Sekarang kedua macam hak milik tersebut, sesuai dengan ketentuan Konvensi UUPA telah dikonversi atau diubah menjadi Hak Milik. Dalam ketentuan-ketentuan konversi Pasal II UUPA dinyatakan hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant Sultan, landerinjbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikelir dan hak-hak lainnya dengan nama apapun menjadi hak milik. Dengan demikian, ternyata UUPA secara tegas mengatur mengenai keberadaan hak-hak atas tanah yang berasal dari hukum adat.Sutedi (2006)
Dengan hak-hak atas tanah yang berasal dari Hukum Adat bila dikaitkan dengan Pasal 2 ayat (1) ketentuan konversi UUPA, maka hak milik Yasan, Andarbeni, Hak atas Druwe, Hak atas Druwe desa, Pesini secara hukum dikonversi menjadi Hak Milik. Terhadap tanah-tanah tersebut menurut ketentuan Pasal 19 UUPA jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah, harus didaftarkan.
UUPA memberikan pengaturan mengenai hak milik dalam Pasal 20-Pasal 27. Akan tetapi, baru mengenai hal-hal pokok saja. Dalam Pasal 56 dinyatakan bahwa selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.Harsono (2000) Bahkan Pasal 5 UUPA menegaskan : “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.
Jadi, cukup jelas, sepanjang ketentuan mengenai hak milik belum ada, maka yang berlaku adalah ketentuan hukum adat setempat. Dan Pasal 5 UUPA diatas menyebutkan bahwa hukum agraria nasional adalah hukum adat yang sudah disaneer yaitu hukum adat yg sudah disaring atau dibersihkan dari unsur-unsur yang bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia, bertentangan dengan jiwa bangsa Indonesia, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UUPA.
Subyek Hak Atas Tanah
Di UUPA telah ditetapkan persyaratan subyek hak atas tanah secara terinci bagi setiap jenis hak atas tanah. Sebagaimana telah ditentukan di Pasal 9 ayat (2) UUPA bahwa tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Tidak ada batasan atau pembedaan atas kepemilikan tanah antara laki-laki maupun wanita.
Asas ini menetapkan bahwa WNI sebagai bagian dari Bangsa Indonesia tidak dibedakan berdasarkan asal keturunanya (asli maupun keturunan asing) maupun jenis kelaminya (pria dan wanita) mempunyai kesempatan sama untuk menguasai dan menggunakan tanah dengan sesuatu hak-hak atas tanah (kecuali hak pengelolaan) bagi dirinya dan keluarganya).
Berdasarkan asas ini dapat ditarik kesimpulan: bahwa status hukum subyeknya menentukan status tanah yang boleh dikuasainya (Pasal 21 (1), 30 (1), 36 (1), 42 dan 45 UUPA. Dan status subyeknya juga menentukan kelangsungan hak atas tanahnya (pasal 21 (30, 26 (2), 30 (2), 36 (2) UUPA yang ditegaskan lebih lanjut dalam pasal 27, 34, dan 40 UUPA). Jika subyeknya (pemegang haknya) tidak memenuhi syarat yang ditetapkan pasal-pasal tersebut di atas, penguasaan dan penggunaan tanahnya tidak dapat dilanjutkan oleh subyeknya, dengan sanksi haknya hapus dan tanahnya menjadi tanah Negara, jika kewajiban untuk memindahkan haknya (menjual) kepada pihak lain atau kewajiban melepaskan haknya secara sukarela kepada Negara, tidak dilaksanakan dalam jangka waktu1 (satu) tahun sejak diperolehnya (Pasal21(3), Pasal 30 (2) dan Pasal 36 (2) UUPA. Kecuali ketentuan pasal 26 ayat (2) UUPA dimana sanksinya langsung berlaku yaitu jual belinya batal demi hukum hak milik tersebut hapus dan menjadi tanah Negara dan harga tanah tersebut tidak dapat diminta kembali oleh pembelinya, jika pembelinya tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik.
Pengakuan Persyarikatan Muhammadiyah Sebagai Badan Hukum
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan badan hukum yang keberadaannya telah disahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Mengenai pendirian dan pengesahan persyarikatan Muhammadiyah oleh Gubernur Hindia Belanda, merupakan sebuah langkah hukum yang sangat tidak umum pada zamannya.Pengakuan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai badan hukum dapat dibuktikan dengan adanya beberapa dokumen yang sudah terarsipkan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, diantaranya : 1) Surat Direktorat Jenderal Pembinaan Hukum Departemen Kehakiman RI Nomor : J.A.5/160/4 tertanggal 8 September 1971 yang berisi keterangan dari Kementerian Kehakiman tentang status Badan Hukum Perkumpulan Muhammadiyah; 2) Surat Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor : C2-HT.01.03.A.165 tertanggal 29 Januari 2004 yang menyatakan bahwa Perkumpulan Muhammadiyah, anggaran dasarnya telah disahkan dengan Keputusan Gubernur Jenderal nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914 berdasarkan Staatsblad 1870 nomor 64 tentang Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum.
Surat dari Departemen Kehakiman dan HAM ini menjawab surat dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Syafi’i Ma’arif : ”Membalas surat Saudara nomor 627/I.0/I/2003, tanggal 19 September 2003 dan Nomor 033/I.0/A/2004 tanggal 20 Januari 2004 perihal tersebut dalam pokok surat, dengan ini kami beritahukan hal-hal sebagai berikut : 1) Perkumpulan Muhammadiyah, anggaran dasarnya telah disahkan dengan Keputusan Gubernur Jenderal nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914 berdasarkan staatsblad 1870 nomor 64 tentang Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum; 2) Perkumpulan, berdasarkan pasal 5a staatsblad tersebut yang didirikan untuk jangka waktu tertentu, yang statutanya atau reglement itu disetujui, juga setelah habis waktu yang ditentukan dalam reglement itu, tanpa persetujuan lebih lanjut, dipandang sebagai badan hukum, bila sepanjang perbuatan-perbutan dan tingkah laku anggota-anggotanya atau pengurusnya menunjukkan bahwa perkumpulan itu, setelah waktu yang ditentukan tetap ada; 3) Perkumpulan Muhammadiyah, sesuai dengan surat saudara dan menurut pengamatan kami, sampai saat ini masih melakukan kegiatan-kegiatan sebagai Perkumpulan; 4) Berdasarkan penjelasan pasal 18 Undang-Unadang nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dikaitkan pula dengan uraian pada point 1 dan 2 di atas, maka Perkumpulan Muhammadiyah yang telah memperoleh pengesahan status badan hukum dari Gubernur Jenderal (sekarang Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI), tetap diakui eksistensinya sebagai badan hukum dan harus menyesuaikan diri dengan undang-undang nomor 8 tahun 1985 tersebut.
1) Surat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI nomor : AHU2.AH.01.04-249 tertanggal 16 Desember 2015 menjelaskan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka Perkumpulan Persyarikatan Muhammadiyah yang telah memperoleh pengesahan melalui Keputusan Gubernur Jenderal nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914 tetap diakui kedudukannya sebagai Badan Hukum (Rechtpersoonlijkheid). 2) Surat Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri RI nomor : 220/4312/POLPUM tanggal 22 Desember 2015 semakin mempertegas bahwa Muhammadiyah adalah perkumpulan berbadan hukum dan terkait undang-undang ormas nomor 17 tahun 2003, tidak perlu melakukan pendaftaran ulang kepada pemerintah.
Jadi dengan memperhatikan surat-surat diatas sudah sangat jelas kalau Persyarikatan Muhammadiyah merupakan badan hukum sejak mendapatkan Keputusan Gubernur Jenderal nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914.
Bidang Gerak Persyarikatan Muhammadiyah
Sebagai badan hukum, Muhammadiyah mempunyai bidang gerak dalam keagamaan, sosial, pendidikan, dan kesehatan. Bahkan telah dinyatakan dari masing-masing kementerian. 1) Surat Pernyataan Menteri Agama RI nomor 1 Tahun 1971 tanggal 9 September 1971 yang menjelaskan bahwa Muhammadiyah adalah badan hukum/organisasi yang diakui gerakannya dalam bidang keagamaan. 2) Surat Keterangan Menteri Sosial RI nomor K/162-IK/71/MS tanggal 7 September 1971 menerangkan bahwa Muhammadiyah disamping kegiatan-kegiatannya dalam bidang keagamaan, juga merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial. 3) Surat Pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 23628/MPK/74 tanggal 24 Juli 1974 menyatakan bahwa Muhammadiyah sebagai badan hukum yang bergerak dibidang pendidikan dan pengajaran. 4) Surat Pernyataan Menteri Kesehatan RI nomor 155/Yan.Med/Um/1988 tanggal 22 Februari 1988 juga menyatakan bahwa Muhammadiyah sebagai Badan Hukum yang juga bergerak dalam bidang kesehatan.
Muhammadiyah Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah
Telah diuraikan sebelumnya bahwa Persyarikatan Muhammadiyah adalah Subyek Hukum Berbadan Hukum yang mempunyai ciri-ciri : 1) Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya; 2) Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya, dapat menuntut dan dituntut; 3) Memiliki tujuan tertentu; 4) Punya organisasi yang teratur, tercermin dari AD/ART.
Apabila dilihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Muhammadiyah, sudah memenuhi kesemua ciri diatas. Namun sebagaimana Pasal 21 UUPA disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia melarang Warga Negara Asing, badan hukum asing, dan badan hukum yang tidak ditunjuk pemerintah untuk memiliki tanah di Indonesia dengan status Hak Milik yang merupakan status hak tertinggi dalam kepemilikan hak atas tanah di Indonesia.
Khusus terkait dengan badan hukum yang bisa mendapatkan hak milik atas tanah, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah bahwa Badan-badan Hukum yang disebut dibawah ini dapat mempunyai hak milik atas tanah, masing-masing dengan pembatasan yang disebutkan pada pasal-pasal 2, 3, dan 4 peraturan ini : a) Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara); b) Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 139); c) Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama; d) Badan-badan sosial, yang ditunjuk Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
Maka, keabsahan Badan Hukum dalam sertifikat Hak Milik atas nama Persyarikatan Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta bisa diketahui dari dokumen berikut : 1) Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI nomor Sk.14/DDA/1972 tanggal 10 Februari 1972 tentang Penunjukan Persyarikatan Muhammadiyah Sebagai Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Tanah Dengan Hak Milik. 2) Salinan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI nomor Sk.14/DDA/1972/A/13 tanggal 27 Februari 1980 perihal perpanjangan waktu pemberitahuan tanah-tanah yang dimiliki Persyarikatan Muhammadiyah. 3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI nomor 3 tahun 2012 tanggal 12 Juli 2012 tentang perubahan atas peraturan Kepala BPN RI nomor 1 tahun 2011 tentang pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah tertentu. Pasal 5A huruf b menyebutkan ”pemberian izin perolehan tanah bagi Badan Sosial dan Keagamaan, jika dipersyaratkan dalam Surat Keputusan persetujuan bahwa badan hukum tersebut dapat memiliki tanah dengan hak milik.” 4) Kesepakatan Bersama Antara BPN RI dengan Persyarikatan Muhammadiyah nomor 5/SKB/IV/2012 dan nomor 196/I.0/K/2012 tentang percepatan pengurusan hak dan penerbitan sertipikat tanah Persyarikatan Muhammadiyah. 5) Surat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional nomor 1279/14.21-400/III/2016 tanggal 23 Maret 2016 perihal permohonan hak milik untuk semua amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah.
Pada tanggal 3 Januari 2017 telah dilakukan pertemuan antara Menteri Agraria/Kepala BPN dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati beberapa hal yang kemudian disampaikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional kepada Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor BPN Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia melalui surat nomor 106/020-100/I/2017 tanggal 5 Januari 2017 disampaikan bahwa pada intinya terhadap tanah-tanah yang dikuasai oleh Persyarikatan Muhammadiyah dapat diberikan Hak Milik dengan ketentuan : a) Secara langsung untuk kegiatan keagamaan atau sosial seperti bangunan gedung dakwah, panti asuhan, panti jompo, dan rumah yatim piatu; b) Secara langsung menunjang kegiatan keagamaan atau sosial seperti bangunan fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan, misalnya hasil dari pengelolaan rumah sakit dan sekolah/perguruan tinggi dipergunakan untuk menunjang kegiatan dakwah, panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, dan lain-lain.
Dari uraian diatas didapatkan penjelasan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah adalah termasuk subyek hukum kategori badan hukum yang diperkenankan memiliki Hak Milik atas tanah yang digunakan secara langsung untuk keperluan keagamaan dan keperluan sosial, serta secara langsung untuk menunjang kegiatan keagamaan atau sosial.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas diambil kesimpulan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah adalah termasuk subyek hukum kategori badan hukum yang diperkenankan memiliki Hak Milik atas tanah yang digunakan secara langsung untuk keperluan keagamaan dan keperluan sosial, serta secara langsung untuk menunjang kegiatan keagamaan atau sosial. Prosedur yang harus ditempuh oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk memperoleh sertifikat hak milik adalah dengan mengajukan permohonan Ijin Peralihan Hak (IPH) atas nama Persyarikatan Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional setempat dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sesuai aturan yang berlaku.
Bahwa Persyarikatan Muhammadiyah sebagai badan hukum perkumpulan harus aktif mengawal kebijakan-kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan pertanahan. Hal ini bertujuan agar arah kebijakan Pemerintah tidak merugikan Persyarikatan sebagai pengemban amanah mengembangkan dan mengamankan tanah/asset Muhammadiyah yang merupakan titipan Umat. Melakukan pendataan terhadap tanah yang dimiliki Muhammadiyah di seluruh Indonesia agar dapat diketahui luas tanah yang dimiliki Muhammadiyah secara riil. Bahkan diperlukan pemetaan tanah Persyarikatan yang sudah bersertifikat dan yang belum bersertifikat agar dikemudian hari terjamin keamanannya dari sengketa.
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur akan selalu senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Seru Sekalian Alam sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan ini. Sholawat serta Salam juga senantiasaterlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul akhir zaman pembawa risalah kebenaran Illahi Rabbi.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari banyak pihak penulisan ini tidak akan bisa diselesaikan dengan baik. Tentunya ucapan terim kasih kami sampaikan kepada keluarga kami yang senantiasa memberikan support untuk penulis membuat sebuah karya tulis. Bapak M. Budi Pahlawan dan Bapak Budi Masruri selaku Ketua dan Sekretaris Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur yang telah sudi meluangkan waktu untuk kami menggali data dan informasi terkait tanah dan status badan hukum Persyarikatan Muhammadiyah. Serta kawan-kawan di Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya, terima kasih atas semuanya.
References
- Sembiring Jimmy Joses, Transmedia Pustaka: Jakarta; 2010.
- Cooke Elizabeth, Oxford University Press: Oxford; 2012.
- UUD Undang-Undang Dasar. Pasal. 1945; 33
- Agraria Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok, Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. . 1960.
- (1) UU No. 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 4 ayat, Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 1960.
- Sangsun Florianus SP, Sangsun null, Visi Media: Jakarta; 2007.
- Santoso Urip, Prenada Media: Jakarta; 2005.
- Tanah Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas, Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. 1963.
- Agraria Pasal 20 UU No. 5 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok, Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 1960.
- Muhammadiyah Data Amal Usaha, Data Amal Usaha Muhammadiyah. 2019.
- Satrio J, Pustaka Yustisia: Yogyakarta; 2013.
- Raharjo Handri, Pustaka Yustisia: Yogyakarta; 2009.
- Sutedi Adrian, Sinar Grafika: Jakarta; 2006.
- Harsono Boedi, Djawatan: Jakarta; 2000.