Abstract

This study investigates the relationship between sense of community and performance among members of the Muhammadiyah Student Association in East Java. Employing a descriptive quantitative research method, data were collected from a population of 65 individuals using saturated sampling. Research instruments, derived from previous studies, demonstrated satisfactory validity and reliability. Results reveal a predominantly high sense of community among members, with 9.20% categorized as very high, 21.50% as high, 43.20% as medium, 20% as low, and 6.10% as very low. These findings underscore the importance of fostering a strong sense of community within groups, as it positively impacts individual and collective performance, thus offering valuable insights for community development and organizational management.

Highlights:

  • Importance of sense of community: Emphasizes the role of community cohesion in driving individual and collective performance.
  • Research methodology: Descriptive quantitative approach provides an overview of sense of community among members.
  • Findings: Majority of members exhibit high to very high sense of community, highlighting strong group cohesion within the Muhammadiyah Student Association in East Java.

Keywords: Community, Sense of Community, Ikatan Pelajar Muhammadiyah                       

Pendahuluan

Manusia merupakan mahluk sosial yaitu mahluk yang membutuhkan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, sehingga manusia dalam kehidupannya pasti akan membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya [1]. Sebuah kelompok atau komunitas dengan adanya tempat berkumpul yang jelas, perasaan keterikatan yang sama, dan juga interaksi sosial antar anggota nyang pasti terjadi Ketika komunitas berusaha untuk memenuhi tujuannya adalah salah satu wadah yang dapat digunakan individu untuk memenuhi kebutuhan sosial yang dia miliki [2]. Individu yang menjadi bagian dari sebuah komunitas akan diuntungkan dengan terjadinya interaksi sosial karena selain dengan untuk mencapai tujuan kelompok, individu tersebut juga akan terpenuhi kebutuhan sosialnya [3]

Ikatan yang terjalin pada anggota komunitas atau suatu kelompok ini tidak bisa terjalin langsung tanpa adanya interaksi yang dilakukan, interaksi yang akan dilakukan secara berkala dan sering akan membentuk ikatan yang kuat dan dapat mempengaruhi anggota yang lain dalam memotivasi atau memberikan dorongan terhadap perubahan perilaku bahwa komunitas atau kelompok tersebut memiliki arti yang mendalam bagi individu.[4]. Proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh orang lain dalam kelompok adalah salah satu ciri dari sense of community. Sehingga, sense of Community merupakan Powerful force untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang semakin tinggi sense of Community yang dimiliki makan semakin tinggi kualitas hidup yang dimiliki [5]. Sense of Community (SOC). Istilah ini digunakan untuk menggambarkan bagaimana ikatan antara individu dengan individu lainya dan dengan organisasinya.

Sarason menyatakan bahwa sense of community merupakan persepsi mengenai adanya kesamaan dengan orang lain, adanya saling ketergantungan dengan orang lain, keinginan untuk mempertahankan interdependensi dengan cara memberikan atau melakukan sesuatu untuk orang lain, dan adanya perasaan bahwa seseorang menjadi bagian dari kelompoknya [6]. Novia menambahkan bahwa semakin tinggi derajat sense of community yang dimiliki seseorang, maka semakin besar kemungkinan orang tersebut untuk tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam sebuah komunitas [7]. Sebaliknya ketika sebuah kelompok memiliki anggota-anggota dengan sense of community yang rendah, maka kelompok tersebut akan cenderung memiliki semangat kelompok yang rendah, perasaan positif didalam dan terhadap kelompok, dan juga kesejahteraan dari para anggota tersebut [8].

Arnett juga menjelaskan bahwa individu yang berada pada rentang usia 18-29 tahun dikategorikan sebagai emerging adulthood atau dapat disebut masa transisi antara masa remaja menuju dewasa [9]. Teori tersebur menjelaskan bahwa individu dalam masa tersebut harus mempersiakannya dirinya untuk menginjak masa dewasa, dan salah satunya adalah kemampuan sosial. Menurut Sulistiyawan, Kaltsum, Pertiwi & Rahmawati [10] dimana setiap individu yang mengikuti organisasi atau komunitas dan mengikutinya dengan baik akan memiliki sense of community yang tinggi, Sense of community yang baik akan cenderung untuk memiliki interakitvitas, prestasi, dan retensi yang dia miliki [11]. Pernyataan tersebut berarti menandakan bahwa remaja yang mengikuti organisasi dapat mempersiapkan dirinya untuk menghadapi emerging adulthood karena dengan mengikuti komunitas individu akan memiliki sense of community yang baik, yang akan meningkatkan interaktivitas dan kemampuan social yang dia miliki. individu yang memiliki kemampuan sosial yang baik akan menghargai diri sendiri, mudah mengatasi steress dengan memberikan feedback, daan informasi. Sedangkan orang yang memiliki kemmapuan sosial yang kurang baik mereka akan cenderung depresi, frustasi, dan memiliki kecemasan, dan kesepian.

Ikatan Pelajar Muhammadiyah merupakan organisasi otonom yang dibawahi langsung oleh Muhammadiyah, merupakan gerakan pelajar islam yang berasakan Al -Qur’an dan As- Sunnah. IPM sendiri dapat diikuti mulai umur 12 tahun (remaja awal) sampai dengan maksimal 24 tahun (Dewasa Awal), jika di kategorikan anggota IPM ini memasuki remaja awal hingga dewasa awal. IPM sendiri memiliki Gerakan 3 T yaitu tertib ibadah,tertib belajar, dan tertib organisasi yang berkorespondensi dengan kinerja dan tujuan dari IPM [12]. Selain itu Ikatan Pelajar Muhammadiyah merupakan langkah perkaderan awal yang paling mendasar untuk diikuti oleh kader muhammadiyah yang nantinya akan disiapkan untuk melanjutkan tongkat estafet perkaderan didalam organisasi otonom seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyah, Pemuda Muhammadiyah, Hizbul Wathan, Aisyah sampai Muhammadiyah.

Sense of community atau rasa memiliki adalah ikatan sosial yang melibatkan interaksi sosial dalam kelompok untuk menciptakan rasa memiliki dan rasa saling memiliki melalui proses saling berbagi dan saling membutuhkan. mereka mempersepsikan empat unsur komunitas, yaitu perasaan memiliki dan menjadi bagian dari kelompok (kepemilikan), kekuatan yang dimiliki individu atas anggota lainnya, dan kekuatan komunitas. Perasaan bahwa kebutuhan anggota akan dipenuhi oleh sumber daya yang diterima melalui keanggotaan mereka dalam kelompok (inklusi dan kepuasan kebutuhan) koneksi [13]. Jessen dan Aguilar [14] mengemukakan bahwa seseorang dikatakan memiliki rasa komunitas sebagai kondisi ketika Anda mengenal diri sendiri dengan baik, Anda percaya dan memiliki keinginan untuk bekerja sama karena pertemuan interpersonal yang intens dalam kelompok.

McMillan&Chavis [13] memaparkan 5 hal yang menjadikan para anggota meningkatkan Sense of Community yaitu: 1). Boundaries (keterikatan), digambarkan dengan para anggota memiliki kesamaan Bahasa, pakaian, dan ritual yang menunjukkan mana yang memiliki keterikatan dengan komunitasnya dan mana yang tidak. 2). Emotional safety adalah rasa aman atau keterbukaan yang berguna untuk mengetahui perasaan satu dengan yang lainnya. 3). Sense of belonging and identification, merupakan harapan atau kepercayaan dan rasa di terima didalam suatu komunitas. 4). Personal Investemen. 5). A common symbol system.Kemshall et al [15] berpendapat bahwa setiap anggota harus memiliki identitas yang kuat dan positif,kepercayaan, kehormatan, hak dan kewajiban yang sama serta ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan sebuah komunitas. Menurut McMillan & Chavis [13] menyatakan bahwa anggota dari komunitas harus mempunyai kuasa untuk dapat memberikan pengaruh kepada aktivitas yang di lakukan di dalam sebuah komunitas, karena jika tidak begitu para anggota tidak akan termotivasi.

Anggota organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah wilayah Jawa Timu memiliki beberapa indikator permasalahan terkait Sense of Community. Permasalahan tersebut meliputi kurangnya rasa keanggotaan sehingga menimbulkan boundaries (Batasan) dalam suatu organisasi atau yang biasa di sebut gap. Gap muncul karena adanya golongan-golongan yang sudah ada semenjak berada di pimpinan daerah mereka masing-masing. Gap juga dapat terbentuk terbentuk karena perlakuan yang berbeda dari pimpinan atau teman se-organisasinya. Masalah selanjutnya yakni mengenai shared emotional connection hal ini muncul karena antara anggota satu dengan yang lainnya kurangnya memiliki kedekatan sehingga munculn rasa tidak percaya diri dan takut untuk memulai pembicaraan antar anggota karena kurangnya kedekatan ini. Hak ini berdampak pada keaktifan angggota yang mengikuti rapat dan event yang dilaksanakan oleh pimpinan. Permasalahan adanya gap antar anggota, kiurangnya kedekatan dan kurangnya interaksi sehingga berdampak pada keaktifan anggota menandakan bahwa ada beberapa indikasi permasalahan pada aspek Sense of Community yaitu aspek memberships dan shared emotional connection dimana para anggota merasa tidak nyaman di kelompok (memberships) dan kurang bisa membangun hubungan relasi yang bermakna secara emosional (shared emotional connection)

Beberapa indikasi ini juga diperkuat oleh wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti kepada anggota organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Wawancara dengan subjek pertama mengatakan bahwa terkadang dia terkadang merasakan perasaan tidak nyaman ketika berinteraksi dengan anggota lain. Adapun wawancara dengan subjek kedua mengatakan bahwa dia terkadang merasa belum tersalurkan aspirasi atau tujuannya dalam mengikuti organisasi, meskipun tidak semua kebutuhannya tidak terpenuhi. Beberapa wawancara ini mengindikasikan bahwa terdapat perasaan tidak menjadi bagian dari kelompok, karena adanya perasaan tidak nyaman dan beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi

Adapun adanya beberapa indikasi permasalahan sense of community pada anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah ikatan Jawa Timur menjadi dorongan pentingnya untuk menggambarkan keadaan sense of community dari organisasi ini. Cicognani [16] menjelaskan bahwa sense of community dapat menghasilkan beberapa hal positif seperti kepuasan hidup dan subjective well-being serta beberapa variabel psikologis lainnya. Pernyataan Cicognani tersebut menandakan bahwa dengan rendahnya sense of community maka akan ada kecenderungan anggota untuk memiliki rasa subjective well-being dan menurunnya kepuasan hidup karena merasa tidak terlibat dalam kelompok tersebut baik secara sosial, ataupun secara fungsional dalam menjalankan tugas-tugasnya

Penjelasan fenomena ada beberapa aspek sense of community yang perlu digali lebih dalam pada populasi penelitian sehingga dapat memberikan gambaran terkait populasi. Garrett et al [17] menjelaskan bahwa sense of community yang rendah akan mengarahkan pada kinerja organisasi secara keseluruhan, Sehingga gambaran terkait organisasi IPM Wilayah Jawa Timur perlu dipetakan guna untuk mengetahui tingkatan sense of community dari seluruh anggota.

Penelitian yang dilakukan oleh Pratama dan Maryam [18] dengan judul “Rasa Kebersamaan Pada Anggota Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA). Subjek yang digunakan merupakan mahasiswa sidoarjo yang mengikuti komunitas pencinta alam yang jika di kategorikan merupakan dewasa awal, menunjukkan bahwa aspek tertinggi yaitu membership hal ini menunjukkan di dalam organisasi ini telah memberikan rasa aman dan nyaman di lingkungan organasasinya sehingga memunculkan komitmen dan mau berkontribusi dalam organganasasi MAPALA. Pada penelitian yang dilakukna oleh Maryam et al [19] dengan judul “ Group cohesiveness dan sense of community remaja di panti asuhan Aisyiyah Sidoarjo” subjek yang di gunakan ialah remaja awal sampai remaja akhir dengan usis 12 – 18 tahun. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sense of community ini memiliki pengaruh dengan prosentase sebesar 29%. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Maryam [20] dengan judul “ Gambaran Sense Of Community pada Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo”. aspek yang tertinggi shared emotional connection. Hal ini menunjukkan bahwa secara dimensi shared emotional connection pegawai administrasi umsida memiliki skor emosional yang tinggi antar pegawai administrasi yang lain, selain itu hasil secara umum menujukkan bahwa sense of community pada karyawan administrasi universitas Muhammadiyah sidoarjo memiliki hasil yang cukup sedang.

Berdasarkan pemaparan teori, gambaran beberapa indicator permasalahan dan juga dampak yang akan muncul ketika sebuah kelompok memiliki sense of community yang rendah [8], [17] maka penelitian ini berguna sebagai tindak lanjut fenomena tersebut. Adapun penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran sense of community pada anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Metode kuantitatif deskriptif adalah digunakan untuk menggambarkan keadaan sebuah populasi dari penelitian bedasarkan data statistic yang didapatkan[21]. Populasi dalam penelitian ini adalah jajaran anggota pimpinan wilayah ikatan pelajar Muhammadiyah Jawa Timur dengan jumlah 65 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh, sehingga seluruh anggota dari populasi digunakan didalam penelitian.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara online dengan media Google Form. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan alat ukur dalam bentuk skala psikologi, yaitu Skala dari Sense of Community yang di adaptasi dari penelitian yang dilakukan Pradianti [22]. Skala ini disusun berdasarkan aspek Sense of Community menurut McMillan & Chavis yang terdiri dari empat aspek, yaitu: membership, influence, integration and full-fillment need, shared emotional connection.

Skala ini berjenis skala likert yang dimana skala yang dapat mengukur suatu perilaku orang tentang fenomenal sosial karena pernyataan dalam skala likert ini adalah (SS) sangat setuju, (S) Setuju, (RG) ragu-ragu, (TS) tidak setuju, (STS) sangat tidak setuju. Selanjutnya peneliti menyesuaikan alat ukur dengan cara menghilangkan ragu-ragu supaya estimasi subyek tidak memberikan jawaban yang condong ditengah yaitu ragu-ragu jadi demikian masing-masing dalam aitem akan memiliki aitem yang favorable dan unfavorable. Terdiri dari 24 aitem dan terdapat 4 aitem yang tidak valid atau gugur, Sehingga terdapat 20 butir pertanyaan yang diujikan. Koefisien reliabitilas skala sebesar 0,859 dengan uji validitas skala mendapatkan indeks nilai 0,310 – 0,585.

Teknik analisis data penelitian ini menggunakan teknik statistik deskriptif yaitu, nilai-nilai yang digunakan dengan cara mengumpulan data dan menganalisis data kemudian mendeskripsikan data dengan sebenar-benarnya tanpa bermaksud membuat kesimpulan generalisasi yang berlaku untuk umum. Pengolahan data penelitian ini menggunakan program JASP for windows dan Microsoft Excel.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

Berikut data demografi dari populasi penelitian:

Jenis Kelamin Jumlah (N)
Laki-Laki 42
Perempuan 23
Total 65
Usia Jumlah (N)
Berusia diatas atau 24 Tahun 16
23 Tahun 17
22 Tahun 15
21 Tahun 10
Dibawah 20 Tahun 7
Total 65
Jenjang Pendidikan Jumlah (N)
SMK 19
SMA 37
Madrasah 9
Total 65
Jabatan Jumlah (N)
Jabatan Manajerial (Ketua, Sekretaris, Bendahara) 35
Jabatan Anggota 30
Total 65
Table 1. Demografi Populasi

Figure 1.Diagram Kategorisasi Populasi

Bedasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, Anggota populasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur yang memiliki tingkat sense of community yang tinggi memiliki persentase sebesar 9,20%. Selanjutnya yang memiliki kategori tinggi memilki persentase sebesar 21,50%, menengah sebesar 43,20%, dan rendah sebesar 20%. Anggota yang memiliki tingkatan sense of community yang sangat rendah memiliki persentase 6,10%. Bedasarkan data peneltiian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sekitar 26,1% populasi penelitian memiliki tingkatan rendah kebawah.

Figure 2.Diagram Gambaran Aspek-Aspek Sense of Community

Bedasarkan seluruh total skor sense of community yang telah dikumpulkan, didapatkan bahwa aspek memberships memiliki sumbangan yang paling besar yaitu nilai rerata 19,64. Selanjutnya sumbangan yang paling rendah didapatkan dari aspek reinforcement of needs yaitu memiliki rerata 13,18.

Figure 3.Diagram Gambaran Sense of Community Ditinjau dari Jenis Kelamin

Bedasarkan jenis kelamin, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang terlalu jauh terkait tingkatan sense of community antara laki-laki dengan perempuan. Populasi yang terdiri dari laki-laki meraih perolehan nilai rerata 66,35 sedangkan perempuan mendapatkan persentase 63,6. Selisih yang didapatkan sebesar 2,75.

Figure 4.Diagram Gambaran Sense of Community Berdasarkan Umur

Bedasarkan pengelompokkan umur, maka didapatkan anggota yang berada pada usia 22 tahun memiliki perolehan skor sense of community yang paling tinggi dengan rerata sebesar 67,53. Selanjutnya perolehan kedua didapatkan oleh anggota yang berada pada umur 21 dengan rerata 66,1, selanjutnya umur 20 atau lebih muda dengan rerata 64,71, dan selanjutnya usia 23 dengan rerata 64,7. Adapun kelompok dengan umur 24 keatas memperoleh peraihan paling rendah dengan rerata sebesar 63,93.

Figure 5.Diagram Gambaran Sense of Community Berdasarkan Riwayat Pendidikan

Bedasarkan data jenjang Pendidikan sebelumnya dari anggota populasi, maka didapatkan anggota yang sebelumnya menempuh jenjang MA memiliki perolehan tingkatan sense of community yang paling tinggi yaitu sebesar yaitu dengan rerata sebesar 66,44. Selanjutnya jenjang Pendidikan SMK memiliki rerata sebesar 65,68, dan perolehan paling rendah didapatkan oleh anggota yang berasal dari SMA dengan nilai rerata 64,97.

Figure 6.Diagram Gambaran Berdasarkan Tingkat Jabatan

Bedasarkan tingatan jabatan, maka anggota populasi yang memiliki jabatan manajerial yang terdiri dari Ketua,Sekretaris, dan Bendahara memperoleh persentase sense of community dengan rerata 67,51. Adapun Jabatan Anggota memiliki persentase sebesar 62,90.

B. Pembahasan

Hasil data yang telah dikumpulkan menggambarkan bahwa tingkatan sense of community dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah wilayah Jawa Timur adalah anggota populasi memiliki persentase sebesar 9,20%. Selanjutnya kategori tinggi memilki persentase sebesar 21,50%, menengah sebesar 43,20%, dan rendah sebesar 20%. Angota yang berada pada kategori sangat rendah memiliki persentase sebesar 6,10%. Hal ini menandakan bahwa sekitar 26,1% anggota dari populasi memiliki kategori rendah. Bedasarkan hasil tersebur, maka sebanyak 26,1 %, dari anggota populasi memiliki potensi untuk mengganggu kinerja organisasi, sebagaimana pendapat dari Boyd dan Nowell [23] yang menjelaskan bahwa kontruk dari sense of community salah satunya adalah kohesifitas dan identitas organisasi, sehingga tingkatan yang rendah akan berpotensi mengganggu kelekatan kelompok secara keseluruhan.

Aspek sense of community yang memberikan sumbangan terbesar adalah membership yaitu dengan rerata sebesar 19,64% sedangkan aspek yang memberikan sumbangan terendah adalah reinforcement of needs yaitu dengan rerata sebesar 13,18. Hal ini menandakan bahwa perasaan kebersamaan didalam anggota sudah cukup baik, namun ada beberapa kebutuhan-kebutuhan anggota yang masih belum terpenuhi dengan baik. Kebetuhan anggota yang tidak terpenuhi dapat mengarahkan seseorang merasa tidak puas dengan pekerjaan yang sedang dia kerjakan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja dan semangat dari anggota tersebut [24].

Perolehan skor rerata sense of community bedasarkan jenis kelamin menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan antara anggota laki-laki dan perempuan. Anggota populasi laki-laki mendapatkan skor rerata sebesar 66,35 sedangkan anggota populasi perempuan mendapatkan skor rerata sebesar 63,6. Hal ini menandakan bahwa laki-laki mendapatkan perolehan skor yang sedikit lebih tinggi dengan selisih 2,75. Hal ini memeperkuat dari hasil penelitian sebelumnya, yakni : Hakiki et al (2021) dan Khusairi et al [25] yang menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkatan sense of community seseorang.

Bedasarkan usia, ditemukan bahwa kelompok usia yang berada pada usia 22 tahun memiliki tingkatan paling tinggi dengan rerata skor sebesar 67,53 sedangkan perolehan paling rendah adalah usia 24 tahun ke atas dengan rerata skor sebesar 63,93. Akan tetapi selisih yang ditemukan tidak terlalu jauh dengan rentangan nilai rerata dari 63,90 hingga 67,53 sehingga dapat dikatakan umur ada variasi perbedaan rerata nilai sense of community jika ditinjau dari umur, namun dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh. Hasil perbedaan rerata yang tidak terlalu jauh dapat menguatkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fernanda dan Rachmawati [26] yang mengatakan bahwa umur tidak berpengaruh pada tingkat sense of community seseorang.

Selanjutnya bedasarkan riwayat jenjang Pendidikan, maka didapatkan bahwa tingkat MA memiliki tingkatan yang tinggi dengan rerata 66,64, selanjutnya SMK memiliki nilai rerata sebesar 65,68 dan jenjang Pendidikan SMA mendapatkan tingkatan yang paling rendah yaitu dengan rerata 64,97. Hasil ini mengimplikasikan anggota yang sebelumnya mengambil pendidikan MA memiliki sense of community yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SMK ataupun SMA. Adapun bedasarkan tingkat jabatan, jabatan manajerial yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara memiliki perolehan persentase lebih tinggi jika dibandingkan dengan jabatan anggota. Selisih rerata yang didapatkan antara kedua kelompok sebesar 4,61. Hasil ini dapat mengindikasikan ada pengaruh yang diberikan kepada sense of community jika ditinjau dari tingkat jabatan dan juga riwayat pendidikan sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut di masa yang akan dating.

Selanjutnya hasil penelitian ini memberikan gambaran sebanyak 26% anggota berada pada kategori rendah kebawah sedangkan 74% sisanya berada pada tingkatan sedang ketinggi. Hal ini mengingat lefel pimpinan telah ditingkat Pimpinan Wilayah dimana sebelumnya subyek penelitian mayoritas telah di tempa pada pimpinan level ranting, cabang, hingga daerah.

Simpulan

Bedasarkan hasil data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran tingkatan sense of community dari anggota Ikatan Pelajar Mahasiwa wilayah Jawa Timur Sebagian berada pada kategori menengah ke atas dengan jumlah persentase sebesar 73,9% . Adapun hanya sebagian kecil dari anggota Ikatan Pelajar Wilayah Jawa Timur wilayah yang berada pada kategori tingkatan sense of community rendah dengan nilai persentase sebesar 26,1%. Batasan dalam penelitian ini adalah menggunakan survei online untuk pengumpulan data sehingga muncul kemungkinan adanya bias penelitian. Adapun penelitian ini hanya mengangkat satu atribut psikologis saja, sehingga masih ada beberapa atribut psikologis lain yang dapat menggambarkan keadaan populasi tersebut. Penelitian ini juga memiliki jumlah sampel yang kecil, sehingga dihadapkan penelitian di masa yang akan datang dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar.

Penelitian ini dapat memberikan implikasi bagi organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah wilayah Jawa Timur untuk memberikan rancangan program kerja atau melakukan pelatihan untuk meningkatkan sense of community dari para anggotanya. Penelitian ini juga bisa menjadi bahan evaluasi bagi organisasi untuk menilai persepsi anggotanya kepada organisasi dan juga untuk menjaga keutuhan organisasi dan untuk mencapai visi dan misi yang dimiliki oleh organisasi. Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangsih terkait pemahaman sense of community. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang membahas topik terkait seperti menggambarkan hubungan sense of community dengan variabel psikologis yang lain atau dengan menilite variabel psikologis apa saja yang dapat menjadi prediktor untuk sense of community.

Batasan dalam penelitian ini adalah menggunakan survei online untuk pengumpulan data sehingga muncul kemungkinan adanya bias penelitian. Adapun penelitian ini hanya mengangkat satu atribut psikologis saja, sehingga masih ada beberapa atribut psikologis lain yang dapat menggambarkan keadaan populasi tersebut. Penelitian ini juga memiliki jumlah sampel yang kecil, sehingga dihadapkan penelitian di masa yang akan dating dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar.

References

  1. F. Iffah and Y. F. Yasni, "Manusia Sebagai Makhluk Sosial Pertemuan," Lathaif Literasi Tafsir, Hadis Dan Filol., vol. 1, no. 1, pp. 38–47, 2022.
  2. L. Mahmoudi Farahani, "The Value of the Sense of Community and Neighbouring," Housing, Theory Soc., vol. 33, no. 3, pp. 357–376, 2016, doi: 10.1080/14036096.2016.1155480.
  3. M. W. Hakim and F. Sadewo, "Fungsi Jaringan Sosial Dalam ‘Komunitas Kicau Mania Gresik,’" Paradigma, pp. 1–6, 2018, [Online]. Available: https://jurnal.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/view/24801.
  4. D. Amin, "Studi Mengenai Gambaran Sense of Community pada Pemain Game Online yang Tergabung dalam Guild/Clan," Fak. Psikologi-Universitas Padjadjaran. Diunduh pada tanggal, vol. 25, 2016.
  5. A. T. Fisher, C. C. Sonn, and B. J. Bishop, "Psychological Sense of Community: Research, Applications, and Implications." Springer Science & Business Media, 2002.
  6. P. F. Yahya, "Hubungan antara Sense of Community dengan Distres Psikologik pada Warga Fakultas Psikologi Universitas Indonesia." Program Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
  7. B. Nowell, A. M. Izod, K. M. Ngaruiya, and N. M. Boyd, "Public Service Motivation and Sense of Community Responsibility: Comparing Two Motivational Constructs in Understanding Leadership within Community Collaboratives," J. Public Adm. Res. Theory, vol. 26, no. 4, pp. 663–676, 2016.
  8. L. A. Jason, E. Stevens, and D. Ram, "Development of a Three‐Factor Psychological Sense of Community Scale," J. Community Psychol., vol. 43, no. 8, pp. 973–985, 2015.
  9. D. P. Arini, "Emerging Adulthood: Pengembangan Teori Erikson Mengenai Teori Psikososial Pada Abad 21," J. Ilm. Psyche, vol. 15, no. 01, pp. 11–20, 2021, doi: 10.33557/jpsyche.v15i01.1377.
  10. M. Cahyaning Pertiwi, A. Sulistiyawan, I. Rahmawati, and H. U. Klatsum, "Hubungan Organisasi Dengan Mahasiswa Dalam Menciptakan Leadership," Pros. Semin. Nas. dan Call Pap., vol. ISBN: 978-, no. 2, pp. 323–332, 2015, [Online]. Available: https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6022/1_Mungin Eddy Wibowo.pdf?sequence=1&isAllowed=y.
  11. A. Hakiki and M. F. Mashuri, "Seksisme sebagai Moderator Hubungan Sense of Community dan Kinerja Mahasiswa Organisatoris," Cognicia, vol. 9, no. 2, pp. 53–63, 2021, doi: 10.22219/cognicia.v9i2.15766.
  12. M. N. Huda and M. Melani, "Strategi Perjuangan Literasi Berkeadaban; Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Tengah," Indones. J. Muhammadiyah Stud., vol. 1, no. 2, pp. 10–19, 2020, [Online]. Available: https://www.academia.edu/download/67234725/Strategi_perjuangan_literasi_berkeadaban_ikatan_pelajar_muhammadiyah.pdf.
  13. D. W. McMillan and D. M. Chavis, "Sense of Community: A Definition and Theory," J. Community Psychol., vol. 14, no. 1, pp. 6–23, 1986, doi: 10.1002/1520-6629(198601)14:1<6::AID-JCOP2290140103>3.0.CO;2-I.
  14. A. Christopher and J. Aguilar, "Track 2 Diplomacy and the ASEAN Peace," 2008.
  15. H. Kemshall, N. Parton, M. Walsh, and J. Waterson, "Concepts of risk in relation to organizational structure and functioning within the personal social services and probation," Soc. Policy Adm., vol. 31, no. 3, pp. 213–232, 1997, doi: 10.1111/1467-9515.00052.
  16. E. Cicognani, L. Pietrantoni, L. Palestini, and G. Prati, "Emergency Workers’ Quality of Life: The Protective Role of Sense of Community, Efficacy Beliefs and Coping Strategies," Soc. Indic. Res., vol. 94, no. 3, pp. 449–463, 2009, doi: 10.1007/s11205-009-9441-x.
  17. L. E. Garrett, G. M. Spreitzer, and P. A. Bacevice, "Co-constructing a Sense of Community at Work: The Emergence of Community in Coworking Spaces," Organ. Stud., vol. 38, no. 6, pp. 821–842, 2017, doi: 10.1177/0170840616685354.
  18. A. Pratama and E. W. Maryam, "Sense of Community for Nature Lover Student Organization (MAPALA) Members," Indones. J. Innov. Stud., vol. 21, pp. 1–16, 2023, doi: 10.21070/ijins.v21i.786.
  19. E. W. Maryam, G. R. Affandi, and R. A. Pariontri, "Procedia Of Social Sciences and Humanities Group Cohesiveness dan Sense of Community Remaja Di Panti Asuhan ‘ Aisyiyah Sidoarjo Procedia Of Social Sciences and Humanities," vol. 0672, no. c, pp. 967–971, 2022.
  20. E. W. Maryam, "Gambaran Sense Of Community Pada Karyawan Bagian Administrasi Di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo," Psikologia J. Psikol., vol. 2, no. 1, p. 52, 2018, doi: 10.21070/psikologia.v2i1.756.
  21. W. J. Creswell and J. D. Creswell, "Research Design: Qualitative, Quantitative adn Mixed Methods Approaches," vol. 53, no. 9. 2018. [Online]. Available: file:///C:/Users/Harrison/Downloads/John W. Creswell & J. David Creswell - Research Design_ Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (2018).pdf%0Afile:///C:/Users/Harrison/AppData/Local/Mendeley Ltd./Mendeley Desktop/Downloaded/Creswell, Cr.
  22. S. Pradianti, "Meningkatkan Sense of Community Anggota Karang Taruna Melalui Metode Aprecciative Inquiry," Universitas Muhammadiyah Malang, 2018.
  23. N. M. Boyd and B. Nowell, "Psychological Sense of Community: A New Construct for the Field of Management," J. Manag. Inq., vol. 23, no. 2, pp. 107–122, 2014, doi: 10.1177/1056492613491433.
  24. M. S. Rahayu and R. Rushadiyati, "Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Karakteristik Individu Terhadap Kinerja Karyawan SMK Kartini," J. Adm. dan Manaj., vol. 11, no. 2, pp. 136–145, 2021, doi: 10.52643/jam.v11i2.1880.
  25. A. Khusairi, Y. Nurhamida, and A. N. Masturah, "Sense of Community Dan Partisipasi Warga Kampung Wisata Jodipan," J. RAP (Riset Aktual Psikol. Univ. Negeri Padang), vol. 8, no. 1, pp. 1–122, 2017.
  26. A. Fernanda and Rachmawati, "Social Presence Dan Sense of Community Pada Anggota Komunitas Seni," Psychol. J. Ment. Heal., vol. 1, no. 1, pp. 66–77, 2019.