Abstract
The roots of Muhammadiyah Educational Philosophy are not from the personality of KH. Ahmad Dahlan and his journey in establishing and running the Muhammadiyah organization, especially in the field of education. In writing Muhammadiyah Educational Philosophy has not yet reached the final, but the spirit of Muhammadiyah educational philosophy is reflected in the personality and principles that have been instilled by KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah, which promotes progressive and character education, makes Muhammadiyah education have its own characteristics which become an attraction among the people. The purpose of this writing is to explore the understanding and foundation of the educational teachings of KH Ahmad Dahlan as the root of Muhammadiyah's Educational Philosophy. In collecting information, the author uses library instruments to produce the correct data. In this paper it is concluded that the Muhammadiyah Educational Philosophy is an Islamic educational philosophy which examines the goals and ideals of Muhammadiyah educational institutions which are based on Islamic sources, namely the Qur'an and As Sunnah and are principled from the personality and journey of KH Dahlan in establishing and carry out Muhammadiyah education.
Highlights:
- Muhammadiyah's Educational Philosophy, rooted in KH Ahmad Dahlan's principles, prioritizes Islamic sources for progressive and character-focused education.
- Evolving under KH Ahmad Dahlan's spirit, it relies on thorough research for development.
- Distinguished by its Islamic values, it offers a holistic educational approach, appealing to those seeking a unique perspective.
Keywords: Education Philosophy, Muhammadiyah, Progressive Education
Pendahuluan
Muhammadiyah sebagai organisiai kemasyarakatan Isalm terbesar di Indonesia sudah banyak dikenal diberbagai bidang seperti, pendidikan, kesehatan, sosial, politik, budaya dan juga kemanusiaan. Dalam hal ini pendidikan Muhammadiyah yang berciri khas kemajuan dan berkarakter menjadikan pendidikan Muhammadiyah menjadi pilihan bagi masyarakat . tak heran apabila masyarakat diluar Muhammadiyah banyak yang memilih pendidikan Muhammadiyah untuk masa depan anak-anaknya. Sebagai realita sampai saat ini banyak mahasiswa di Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang berlatar belakang dari keluarga non Muhammadiyah. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Muhammadiyah mempunyai karakter kepribadian pendidikan yang bagus sehingga smenjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan masyarakat. Membincangkan filsafat pendidikan Muhammadiyah, tidak luput dari latar belakang kelahiran pendidikan Muhammadiyah, yang mana tak jauh beda dengan mengungkap kembali latar belakang sejarah berdirinya Muhammadiyah sebagai induk dari kependidikan Muhammadiyah. Hal tersebut dapat diketahui dari 2 faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern, yang mana faktor intern yang berkaitan dengan biografi kependidikan KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah yaitu bagaimana beliau membentuk pondasi pondasi pendidikan Muhammadiyah dan juga bagaimana beliau menanamkan nilai nilai dalam pendidikan Muhammadiyah, sedangkan faktor ekstern meliputi apa yang terjadi di luar dirinya mulai keadaan lingkup keluarga, lingkungannya sampai pada lingkup masyarakat bangsa dan negara [1]. Lembaga pendidikan Muhammadiyah terus berkembang seiring dengan pengaplikasian kepribadian Muhammadiyah yang telah ditanamkan oleh KH. Ahmad Dahlan. Dengan rumusan-rumusan dan juga pemikiran-pemikiran KH. Ahmad Dahlan, menjadikan dasar gambaran filsafat pendidikan Muhammadiyah.
Metode
Jenis penelitian dalam penelitian ini yang berjudul “Ajaran KH. Ahmad Dahlan; Landasan Filsafat Pendidikan Muhammadiyah” adalah penelitian pustaka (library research), yang mengkaji dari sumber-sumber kepustakaan yang berkaitan dengan masalah-masalah pokok atau masalah yang telah dirumuskan. Dalam penelitian pustaka ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menekankan analisis dan data-data yang ada dengan menginterpretasikan konsep yang ada. Sumber data yang digunakan adalah literatur ( kepustakaan ), baik berupa naskah, buku, catatan ataupun penelitian terdahulu.
Hasil dan Pembahasan
A. Filsafat Pendidikan
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’ . Istilah tersebut merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan Sophia yang memiliki makna pengetahuan dan kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia adalah cinta pengetahuan. Philos juga berarti sahabat atau kekasih, sedangkan Sophia memiliki arti kebijaksanaan, atau dengan kata lain bisa juga diartikan sebagai orang yang senang mencari ilmu dan kebenaran [2].
Definisi ini pada hakikatnya meletakkan suatu landasan ideal bagi manusia. Barang siapa yang mempelajari filsafat diharapkan dapat mengetahui adanya mutiaramutiara yang cemerlang dan menggunakan mereka sebagai pedoman dan pegangan untuk hidup bijaksana.
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Oleh karena bersifat filosofis dengan sendirinya filsafat pendidikan ini pada hakikatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.
Filsafat pendidikan juga dapat diartikan dengan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan filsafat yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu system pendidikan. Dengan demikian berfilsafat harus memenuhi syarat-syarat berfikir secara kritis, runtut, (sistematis), menyeluruh (tidak terbatas pada satu aspek) dan mendalam (mencari alasan terakhir) khususnya dalam bidang pendidikan
B. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang besar di Indonesia, Muhammadiyah tidak mungkin tumbuh sampai saat ini kecuali atas didasari dari suatu filosofi berorganisasi. Walau tidak pernah disebutkan filsafat, akan tetapi dapat tergambarkan dari tokohnya. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah tidak lepas dari sejarah berdirinya Muhammadiyah dan perjalanan panjang pendidikan Muhammadiyah, dimulai dari pemikiran-pemikiran dan juga latar belakang pendidikan KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah dan juga ketua pertama Muhammadiyah(1912-1923), beliau merupakan sebagai peletak dasar kepribadian Muhammadiyah [3].
Usia KH Ahmad Dahlan terbilang singkat, karena beliau hidup dalam kurun waktu 55tahun, yaitu dari tahun 1868 M dan beliau tutup usia pada tahun 1923 M. Walaupun terbilang cukup singkat akan tetapi ide-ide pemikiran beliau sangat besar dan juga visioner yang mana diaktualkan dalam pergerakan persyarikatan Muhammadiyah. secara umum sikap,tindakan dan pemikiran seseorang ditentukan dari 3 unsur yaitu: kepribadian seseorang itu sendiri, lingkungan keluarga dan juga lingkungan sosial. Diketahui bahwa KH Ahmad Dahlan tumbuh dan dibesarkan didalam lingkungan keluarga penghulu ditengah -tengah lingkungn Kauman, Yogyakarta, yang mana identik dengan masyarakat yang menjunjung nilai ke-Islaman yang sangat kental dan juga kepribadian beliau yang cenderung pragmatis. Hal ini menjadi modal dasar yang kemudian ditambah dengan kecerdasandan juga pergaulan yang luas sehingga menjadikan semangat beliau menjadi seorang pembaharu (mujadid)yang besar.
Dalam upaya pembaharuan masyarakat tradisional yang mengalami keterbelakangan, kemiskinan dan juga kebodohan yang mana hal itu tidak mudah untuk dilakukan, akan tetapi jiwa semangat KH Ahmad Dahlan dan kecerdasannya membuka jalan menuju arah masyarakat yang berkemajuan malalui programnya yaitu: pengembangan literasi melalui bagian pustaka, mencerdaskan masyarakat dengan sekolah, membumikan semagat keagaman dengan gerakan tabligh dan juga minciptakan masyarakat yang sehat melalui kesehatan. Usaha pembaruhan ini juga mendapatkan tantangan- tantangan dari masyarakat keagamaan tradisional yang mana dianggap sesat karena dianggap menyelisihi kebiasaan masyarakat keagamaan tradisional [4]. Usaha yang dilakukan KH Ahmad Dahlan pada mulanya adalah pembruan keislaman secara individu dengan memberikan contoh ibadah yang benar, meluruskan arah kiblat. Lambat laun gerakan pembaruan KH Ahmad Dahlan semakin bersar dan meluas tidah hanya dalam peibadatan tetapi meluas kepada masalah muammalah dan juga sosial masyarakat.
Dalam konteks pendidikan beliau mempunyai pemikiran filosofi yang begitu tajam dan dalam, yang mana semua gerak kependidikan ditujukan untuk membersihkan keimanan dan ketakwaan dari kepercayaan manusia masa dahulu dan manusia modern yang mana cenderung berorientasi pada keduniawian. Pada abad ke-19 kondisi masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, masyarakat dilanda kemiskinan dan juga kebodohan. Walau pada masa itu telah ada sekolah yang dikelola kolonial tapi banyak masyarakat yang tidak mampu untuk sekolah dan bahkan sebagian mengharamkan sekolah di sekolah kolonial. Bagi mereka salah satu jalan untuk belajar pada waktu itu hanya “nyantri” ke pesantren-pesantren. Melihat hal tersebut membuat KH Ahmad Dahlan mempunyai gagasan untuk mendirikan sekolah murah tapi berkualitas.
Dalam penyelenggaraan pendidikan KH Ahmad Dahlan banyak mengadopsi model persekolahan Belanda seperti halnya menggunakan kapur, papan tulis, dan juga siswa menggunakan celana, jas dan peci. Dengan pandangan luas KH Ahmad Dahlan berusaha memadukan antar pendidikan Islam dan pendidikan umum dengan meletakkan dasar landasan filosofis untuk lahirnya pendidikan Islam modern.
Secara filosofis KH Ahmad Dahlan telah meletakkan dasar untuk melahirkan rumusan tujuan pendidikan yang utuh yaitu menciptakan ulama yang intelek dan intelek yang ulama. Dan juga dalam kelembagaan KH Ahmad Dahlan telah meletakkan dasar landasan kelembagaan pendidikan modern yang mencerminkan penepisan dikotomi. Tampak yang menjadi landasan pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam pendidikan adalah karena kecerdasan beliau dalam mendefinisikan Islam. KH Ahmad Dahlan mengatakan, bahwa Islam merupakan agama yang berdimensi dunia dan akhirat. Islam bersumber pada pokok ajaran Al Qur’an dan As Sunnah serta akal yang sehat sebagai alat untuk memahaminya.
Dalam perjalanan Persyarikatan Muhammadiyah, tepatnya pada tahun 1995, Muhammadiyah menyelenggarakan Muktamar yang ke 43 di Banda Aceh, yang mana ketika itu Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan amat agar Filsafat pendidikan Muhammadiyah segera untuk dirumuskan. Dalam rangka melaksanakan amanat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, lima tahun setelah Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh tersebut, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) mengadakan seminar Nasional yang bertajuk Seminar Nasional Filsafat Pendidikan Muhammadiyah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah pada tanggal 35 Maret 2000.
Dalam seminar tersebut menghadirkan tokoh pemikir yang intelektual. Adapun tokoh-tokoh tersebut yakni: Ahmad Syafii Maarif, Ahmad Tafsir, Suhaimin Nurusman Salman Harun, A. Malik Fadjar, M. Yunan Yusuf, Zamroni, Ahmad Watik, Mastuhu, Indra Djati Sidi [5]. Tokoh tokoh tersebut menghadirkan makalah masing-masing yang mana pada akhirnya naskah- naskah tersebut dikumpulkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mana kala itu ketuanya adalah M. Yunan Yusuf bersama dengan Piet Hizbullah Chaidir sebagai ketua DPP IMM. Setelah naskah- naskah tersebut terkumpul lalu diedit dan dijadikan menjadi buku yang berjudul Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (naskah awal) yang mana diterbitkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam naskah buku tersebut M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir memberikan kata pengantar dengan menuliskan:
“Dalam usia Muhammadiyah yang sudah hampir satu abad jumlah madrasah/sekolah/pesantren yang berjumlah ribuan, adalah suatu yang aneh Muhammadiyah belum mempunyai Filsafat Pendidikan. Bagaimana mungkin kerja hiruk pikuk pendidikan tanpa cita-cita yang jelas. Apatah lagi bila dikaitkan dengan upaya mendidik dalam rangka pembentukan generasi di masa depan”.
Selanjutnya dikutip pula :
“Berbicara tentang cita-cita pendidikan sebenarnya memasuki pembicaraan lapangan filsafat, karena cita cita pendidikan tidak dapat terlepas dari cita cita hidup seseorang, maka filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Dalam kaitan ini filsafat pendidikan Muhammadiyah tidak bisa terlepas dari filsafat pendidikan Islam, karena yang dikerjakan Muhammadiyah pada hakikatnya adalah prinsip Islam yang menurut Muhammadiyah menjadi pijakan bagi pembentukan manusia muslim.”
Kutipan diatas menunjukkan bahwa filsafat pendidikan Muhammadiyah adalah filsafat pendidikan islam yang menelaah tujuan dan cita cita lembaga pendidikan muhammadiyah. Yang dimaksud cita cita yaitu diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip ajaran islam yang menjadi dasar pij akan bagi pembentukan muslim.
C. Tujuan Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Tujuan pendidikan dalam pandangan KH. Ahmad Dahlan adalah menjadi ulama yang berkemajuan, dan tidak kenal lelah bekerja/beramal bagi Muhammadiyah. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah menurut Ahmad Dahlan adalah mewujudkan dan menumbuhkan manusia religius yang menguasai ilmu agama dan umum sekaligus. Harapannya seseorang dapat menumbuhkan secara individual potensi/fitrahnya sehingga bisa menjadi sosok yang cerdas/ intelek, yang bersedia berupaya atau bekerja untuk menjadi problem solver dalam skala kemasyarakatan dan menggerakkannya ke arah kemajuan.
Perkataan Ahmad Dahlan menjadi landasan ideologis bagi Muhammadiyah, yang kemudian melahirkan banyak interpretasi dan rumusan-rumusan hingga tahun 1985 [6]. Adapun rumusan tujuan pendidikan Muhammadiyah pada tahun 85 adalah terwujudnya manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, percaya kepada diri sendiri, cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat dan Negara, beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridai Allah SWT.
D. Prinsip Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Prinsip-prinsip Filsafat Pendidikan Muhammadiyah ditengarai melalui proses yang sangat dinamis, dimulai sejak KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pada 1 Desember 1911, dilanjutkan berdirinya Muhammadiyah pada 18 November 1912, ditambah kepemimpinan KH Ahmad Dahlan selama 11 tahun sampai hingga beliau wafat di tanggal 23 Februari 1923.
Semenjak ditinggalkan KH Ahmad Dahlan, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah mulai berkembang dan dapat dirasakan urgensinya. Walaupun tanpa rumusan ataupun nashah, akan tetapi beberapa perkataan KH Ahmad Dahlan bisa dijadikan sebagai acuan pokok rumusan Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Pemikiran KH Ahmad Dahlan sangat relevan jika di dijadikan percikan pemikiran filosofis Pendidikan Muhammadiyah. Dalam bukunya Filsafat Pendidikan Muhammadiyah menyebutkan prinsip-prinsip Filsafat Pendidikan Muhammadiyah sebagai berikut:
Pertama, prinsip dakwah Islamiyah. Hal ini sudah menjadi kepastian dalam Muhammadiyah dikarenakan semua lembaga pendidikan yang didirikan Muhammadiyah sudah diniatkan untuk dakwah Islamiyah. Prinsip ini diambil dari perkataan KH Ahmad Dahlan yaitu “Menyebarkan pengajaran agama kanjeng Nabi Muhammad Shallilah ‘alaihi wasalam kepada penduduk bumi putra di dalam residen Jogjakarta, dan memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya”. Urgensi prinsip ini, sesungguhnya adalah untuk menyebarkan paham keislaman dengan gaya Muhammadiyah.
Kedua, prinsip menggembirakan. Prinsip ini diambil dari rumusan tujuan Muhammadiyah pada tahun 1920 yaitu “Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Belanda, Memajukan dan menggembirakan kehidupan sepanjang kemauan agama Islam kepada yang lain lainnya”. Dari rumusan ini menunjukkan keseriusan Pendidikan Muhammadiyah dapat menggembirakan yang lain. Dalam artian pendidikan Muhammadiyah yang bertujuan sebagai dakwah Islamiyah diharapkan dalam praktik kependidikannya senantiasa menggembirakan dalam penyajian, penyampaian sehingga tidak ada kesan yang menyeramkan atau menakutkan dalam pengajaran Islam dan menjadikan siswa merasa senang dan semangat dalam menerima pelajaran.
Ketiga, prinsip berkemajuan. Prinsip ini diambil dari pernyataan KH Ahmad Dahlan yaitu: “Jadilah Kiyai yang kemajuan, dan jangan lelah ketika kamu bekerja untuk Muhammadiyah”. Berkemajuan disini diartikan mempunyai pandangan yang luas jauh ke depan supaya peserta didik mempunyai kemajuan dalam segala hal dan bercita-cita tinggi. Prinsip ini penting agar pembelajaran dalam pendidikan Muhammadiyah menghasilkan lulusan yang bagus. Diharapkan seoran pedidik dan peserta didik memahami prinsip ini agar para pendidik tidak monoton dan selalu berinovasi terhadap perkembangan zaman.
Keempat, prinsip keikhlasan. Prinsip ini diambil dari perkataan KH Ahmad Dahlan yaitu: ”Saya titipkan Muhammadiyah kepadamu. Hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Maksudnya adalah siapa pun yang dipercaya untuk dititipi maka wajib untuk menjaga amanah tersebut. Prinsip ini sebagai suatu kewajiban dalam praktik kependidikan Muhammadiyah. Menumbuhkan sifat ikhlas berjuang seorang guru dan juga sebagai warga Muhammadiyah yang mengabdi di Muhammadiyah.
Kelima, prinsip memenfaatkan peluang. Prinsip ini didasarkan oleh pernyataan KH Ahmad Dahlan yaitu, “Saya mesti bekerja keras untuk meletakkan batu pertama dari amal yang besar ini. Kalau saya lamban dan saya hentikan karena sakitku ini tidak ada orang yang akan meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya segera kerjakan yang tinggal sedikit ini mudahlah yang datang kemudian menyempurnakannya”. Petikan ini merupakan sebagian perbincangan KH Ahmad Dahlan dengan istrinya, Nyai Dahlan. Pada waktu akhir hayat beliau. Hal itu terkait dengan permintaan dari murid-murid beliau yang meminta KH Ahmad Dahlan untuk istirahat mengingat sakitnya semakin keras. Namun KH Ahmad Dahlan tampaknya tidak ini kehilangan kesempatan untuk selalu melakukan kebaikan, meskipun dengan kondisi kesehatan yang kurang baik masih mementingkan diri untuk beramal untuk kemanfaatan bersama.
Dari semangat KH Ahmad Dahlan tersebut tentunya pendidikan Muhammadiyah harus bisa mengambil peluang dan memanfaatkan peluang. Dalam artian pendidikan Muhammadiyah harus mampu mengambil peluang untuk berkembang tidak hanya peluang mendirikannya saja. Apabila hal itu tidak diambil atau tidak bisa merebut peluang yang ada besar kemungkinan pendidikan Muhammadiyah tidak akan berkembang atau maju.
Keenam, prinsip kecerdasan. Prinsip ini didasarkan dari ucapan KH Ahmad Dahlan yaitu: “Manusia harus menggunakan pikirannya untuk mengoreksi soal I’tiqad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebanaran yang sejati”. Ungkapan ini menunjukkan bahwa dalam menggunakan kecerdasan, objek yang dicermati menyangkut akidah dan kepercayaan sampai menemukan kebenaran untuk kemudian diamalkan. Dalam pendidikan Muhammadiyah harus mampu berpikir dengan baik agar pendidikan semakin berkembang dengan baik.
Ketujuh, prinsip selektif. Prinsip ini diambil dari pernyataan KH Ahmad Dahlan: “Setelah manusia mendengarkan pelajaran- pelajaran, fatwa-fatwa yang bermacam-macam, membaca beberapa tumpukan buku dan sudah membincangkannya, memikirkannya, menimbang, membandingkan ke sana kemari baru mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang yang benar sesungguhnya”. Dari ungkapan beliau dapat dipahami manusia harus selektif dalam memilih dan menentukan sesuatu dengan pertimbangan dan argumen yang rasional. Ini bisa menjadi bagian prinsip pendidikan Muhammadiyah sebagai landasan dalam menentukan sesuatu. Selektivitas bukan saja teruntuk Muhammadiyah saja sebagai penyelenggara akan tetapi juga semua yang terlibat dalam pendidikan Muhammadiyah.
Kedelapan, prinsip mandiri. KH Ahmad Dahlan mengungkapkan: “Dengan kal dan pikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan inilah perbuatan yang benar”. Kemandirian bagi Muhammadiyah merupakan sebuah prinsip kependidikan yang berproses, yang bermula sebagai keyakinan atas kebenaran yang menjadi pegangan hidup yaitu Islam. Penanaman keyakinan kemandirian dari KH Ahmad Dahlan ini menjadikan sekolah Muhammadiyah bisa bertahan dan terus berjalan sampai saat ini.
Kesembilan, prinsip berjenjang. Prinsip ini berlandaskan atas kutipan dari KH Ahmad Dahlan yaitu: “semua pelajaran itu harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Misalnya seorang anak belajar huruf a, b, c, d, kalau belum paham benar tentang a, b, c, d, tidak perlu ditambah pelajaran e, f, g, h”. Ungkapan di atas menunjukkan bahwa pendidikan Muhammadiyah berlangsung secara berjenjang, tertib dan terukur. Dimulai dari sekolah usia dini sampai perguruan tinggi. Dengan prinsip berjenjang ini maka pendidikan Muhammadiyah akan melahirkan generasi- generasi yang baik bukan generasi instan.
Kesepuluh, prinsip integratif. Filosofi pendidikan Muhammadiyah berkembang dari pemikiran dan praktek hidup KH Ahmad Dahlan, beliau pernah mengatakan: “Pelajaran itu ada 2 bagian yaitu ilmu dan amal”. Konsep pendidikan Muhammadiyah terbentuk atas perluasan pemahaman Islam yang tidak mengenal dikotomi. Dengan pandangan ini bagi Muhammadiyah memberikan makna bahwa idealnya muslim itu tidak hanya menguasai ilmu agama saja tapi juga ilmu umum lainnya.
Kesebelas, prinsip reuni. Prinsip ini didasarkan ungkapan KH Ahmad Dahlan : “Menjadilah Insinyur, guru ,master dan kembalilah berjuang dalam Muhammadiyah”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap alumni perguruan Muhammadiyah diingat agar tidak lupa dengan almamater yang telah membesarkannya, tidak seperti kacang lupa kulitnya.
E. Landasan Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Dalam konteks Muhammadiyah berfilsafat berarti mentadaburi isi al Quran dan sunah nabi. Berfilsafat dalam Muhammadiyah meyakini kebenaran hanya Allah, tidak ada sesuatu yang datang dari manusia dan kembali pada manusia itu juga. Landasan filsafat pendidikan Muhammadiyah secara struktural merupakan landasan dasar filsafat pendidikan Islam pada umumnya karena nila-nilai filosofisnya diambil dari sumber yang sama yaitu alquran dan sunah. Gagasan kependidikan Muhammadiyah merupakan curahan ideologi dari sosok Ahmad Dahlan yang pragmatis. Pragmatisme Ahmad Dahlan bukan seperti aliran pragmatisme yang telah beredar, melainkan karena sosoknya yang mengedepankan pengamalan ajaran-ajaran Islam [7].
Al-Quran menjadi landasan utama filsafat pendidikan Islam secara umum dan juga Muhammadiyah yang merupakan bagian organisasi bercorak Islam. Kandungan Al Quran mencakup segala aspek kehidupan manusia dan merupakan poros utama segala kegiatan dan proses pendidikan, karena. Ayat Al Quran tidak bertentangan dengan akal manusia juga ilmu sains modern. Perkembangan teknologi dan sains modern juga sebab petunjuk yang berasal dari Al Quran itulah yang menyebabkan Mourice Bucaille seorang ahli bedah spesialis di bidang gastroenterologi abad 20 asal Perancis sangat mengagumi al Quran.
Al-Sunnah atau disebut juga Al-Hadits merupakan dasar kedua pendidikan Islam dan Muhammadiyah setelah al-Quran. Sunah yang menjadi landasan filsafat pendidikan Muhammadiyah mencakup beberapa aspek yaitu perkataan Nabi Muhammad, Perilaku beliau dan juga keputusan yang beliau ambil dari perilaku para sahabatnya. Al-Sunah juga menjadi landasan penguat bagi al-Quran karena perannya dalam menjelaskan ayat al Quran baik dari segi hukum tata cara beribadah dan sebagainya juga termasuk kependidikan Islam. Dengan demikian Nabi Muhammad menjadi tokoh utama sosok pendidikan Islam dan menjadi sumber landasan kependidikan Islam dan Muhammadiyah.
Dalam metodologi pemahaman al-Quran dan sunah paling tidak ada tiga ragam metode yaitu metode ijtihad, metode tekstual dan metode kontekstual. Metode pertama adalah Ijtihad yang diperlukan untuk memahami al-Quran dan sunah dalam konteks kependidikan upaya berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh seorang yang alim dalam syariat Islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ditegaskan oleh al-Quran dan sunah. Kemajuan ilmu sains dan teknologi menuntut ijtihad Kembali untuk memahami nilai-nilai al-Quran dan sunah secara kontekstual dan praktis di era saat ini sehingga teori, sarana dan metode pendidikan Muhammadiyah terus relevan sesuai perkembangan zaman. Metode kedua untuk memahami al-Quran dan sunah dalam konteks pendidikan Muhammadiyah adalah tekstual. Maksud dari metode tersebut adalah memahami kandungan al-Quran dan sunah dengan menghubungkannya dengan bahasa lain agar mudah dimengerti. Metode ini juga disebut dengan metode analitik dalam konteks filsafat, yaitu upaya membahasakan suatu objek penelitian dengan bahasa keseharian yang mudah dipahami. Optimalisasi metode ini adalah dengan dua langkah yaitu pemahaman secara etimologis dan terminologi untuk memahami suatu objek kajian. Metode ini sangan fundamental untuk membangun konstruksi pemahaman yang logis terhadap suatu objek penelitian. Penguasaan secara etimologi dan terminologi identik dengan kompetensi untuk menerjemah. Ibarat orang menerjemah al-Quran maka harus menguasai bahasa arab juga ilmu-ilmu yang terkait dengannya. Metode ketiga untuk memahami landasan filsafat pendidikan Muhammadiyah adalah kontekstual. Maksud dari metode ini adalah upaya memahami al-Quran dan sunah dengan memperhatikan segala aspek yang bertumpu pada sendi-sendi filsafat yang menghasilkan pemahaman ontologis. Sebagaimana pendapat Muhammad Abduh, Muhammadiyah juga mengedepankan aspek filsafat/ teologi untuk memahami al-Quran dan sunah. Metode ini juga berupaya untuk menetapkan sunah Rasulullah sebagai landasan atau sumber hukum yang filosofis dan juga sebagai sumber ilmu yang masih mungkin untuk dikaji kembali.
F. Urgensi Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Ada tiga urgensi filsafat pendidikan Muhammadiyah menurut, yang pertama adalah urgensi Ontologi, yakni bahasan tentang konsep Tuhan, alam semesta dan manusia. Tuhan dalam pandangan Muhammadiyah sebagaimana pandangan Dahlan yang menganut paham tradisional dan rasional. Ahmad Dahlan tidak memperdebatkan persoalan klasikal tentang teologi atau ilmu kalam, fokusnya hanya pada fungsi dalam konteks sosio-kultural-kemanusiaan yang berdampak pada pembaruan dan pemberdayaan masyarakat. Alam semesta menjadi bagian dari ontologi pendidikan Muhammadiyah. Sifat alam semesta dalam literatur Muhammadiyah yaitu: baharu, wujud (nyata/ada), seimbang, dan binasa atau punah yang fungsinya adalah sarana beribadah kepada Tuhan, sebagai tanda kebesaran-Nya, dan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan manusia dalam konsep Muhammadiyah adalah keturunan Nabi Adam bukan hasil evolusi dari seekor kera besar sebagaimana teori Darwin [8].
Kedua adalah urgensi Epistemologi yang dalam konteks filsafat epistemologi adalah teori tentang suatu pengetahuan atau bisa disebut ilmunya ilmu. Manfaat atau urgensi epistemologi Muhammadiyah dapat dicapai dengan menjawab lima pertanyaan tentang beberapa aspek berikut hakikat pengetahuan; sumbernya; batas pengetahuan; objek dan strukturnya; kriteria kebenaran suatu pengetahuan.
Ketiga adalah urgensi Aksiologi. Inti manfaat aksiologi filsafat pendidikan Muhammadiyah ada pada input dan output pendidikan Muhammadiyah yang menyenangkan atau membawa manfaat bagi banyak pihak. Pendidikan Muhammadiyah juga mempertahankan nilai-nilai keislaman juga nilai-nilai Ke-Muhammadiyah-an yang telah dirumuskan dalam AD/ART. Nilai-nilai tersebut adalah orientasi pada nilai-nilai pendidikan Al-Qur’an dan Al-Sunah keikhlasan, dengan hanya mengharap Ridha Allah dalam bekerja sama musyarakah dan tetap bersikap kritis; prinsip pembaruan tajdid dan inovasi; berpihak pada kaum duafa’ juga prinsip keseimbangan antara akal sehat dan kesucian hati.
Simpulan
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah secara tertulis belum mencapai final, Akan tetapi ruh dan prinsip-prinsip filsafat pendidikan Muhammadiyah dapat dirasakan dari pemikiran-pemikiran, ajaran-ajaran KH Ahmad Dahlan yang telah diletakkan oleh KH Ahmad Dahlan sehingga menjadi kepribadian Muhammadiyah yang sampai saat ini menjadi pedoman di seluruh lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dalam menjalankan estafet pendidikan Islam Muhammadiyah menjadikan Al Qur’an, As Sunnah dan juga metode pemahaman Al Qur’an dan Al Hadist sebagai landasan utama. Hal ini menunjukkan bahwa filsafat pendidikan Muhammadiyah menjunjung tinggi prinsip-prinsip pendidikan Islam yang diletakkan KH Ahmad Dahlan yang mana konsep-konsep pendidikan yang menyatukan keilmuan agama Islam dan juga keilmuan umum. Dengan demikian pemikiran-pemikiran dan ajaran- ajaran KH Ahmad Dahlan menjadi cerminan dan penguat filsafat pendidikan Muhammadiyah.
References
- N. C. Agham, "Filsafat Pendidikan Muhammadiyah," Jakarta, Indonesia: UHAMKA PRESS, 2012.
- M. Akmansyah, "Al Qur'an dan Al Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam," J. Pengembangan Masyarakat Islam, pp. 129-130, 2015.
- M. Ali, "Membedah Tujuan Pendidikan Muhammadiyah," J. Profetik, pp. 49-52, 2014.
- I. Bernadi, "Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode," Yogyakarta, Indonesia: Andi, 1997.
- Majelis Pendidikan Dasar Dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, "Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (Naskah Awal)," Jakarta, Indonesia: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, 2000.
- Sukandarrumidi, "Metodologi Penelitian," Yogyakarta, Indonesia: UGM Press, 2012.
- T. Sulistyono, "Filsafat Pendidikan Menurut Muhammadiyah," Surakarta, Indonesia: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2022.
- Y. F. Aristyasari and R. F. Aristyasari, "Membedah Corak Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (Telaah konsep pendidikan Muhammadiyah)," J. At Thariqoh, pp. 135, 2020.