Study Of Muhammadiyah Studies
DOI: 10.21070/jims.v5i0.1573

Overview of the Prosocial Behavior of Volunteers of the East Java Muhammadiyah Disasster Management Center (MDMC) for Victims of the Semeru Eruption


Gambaran Perilaku Prososial Relawan Muhammadiyah Disasster Management Centre (MDMC) Jawa Timur Bagi Korban Erupsi Semeru

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Prosocial Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Volunteer

Abstract

This study aims to describe the prosocial behavior of volunteers and also to find out what factors influence the prosocial behavior of East Java MDMC volunteers involved in the response to the Mt. Semeru eruption disaster in Lumajang. The population in this study was 488 people and the sample used was 202 people based on an error rate of 5% in the table developed by Isaac and Michael. The data collection technique in this study used a psychological scale, namely a prosocial scale in the form of a Likert scale. The results of the validity test obtained as many as 34 valid items from the 44 items compiled. The reliability test obtained a result of 0.953. This study uses descriptive statistical analysis with a quantitative approach. The results showed that the prosocial of East Java MDMC volunteers who were involved in the response to the Mount Semeru eruption disaster in Lumajang, showed that most of the volunteers showed prosocial levels in the moderate category, which was as much as 80%. Volunteers who have a high prosocial level have a percentage of 6%, while volunteers who have a low prosocial level have a percentage of 14%. The factors that influence prosocial are motivated by the desire to help each other, eliminate unpleasant feelings when seeing other people need help, understand what others need in difficult circumstances to achieve goals, help individuals because there are still family relationships, and protect from threats against others. status and characteristics within the group.

Pendahuluan

Indonesia ialah negara yang rawan terhadap bencana alam, kondisi tersebut mengakibatkan, Indonesia kerap dilanda bencana alam yang datang bergantian setiap tahunnya. [1]. Masyarakat Indonesia dikenal dengan tingkat kerelawanan dan kedermawanannya yang tinggi, data tersebut telah dijelaskan oleh lembaga statistik Gallup, dengan mengambil data lebih dari 150.000 partisipan pada masing-masing 146 negara yang diambil tahun 2017 lalu. Hasilnya menunjukkan sebanyak 7,6 miliar penduduk dunia, indonesia merupakan negara yang jumlah relawan yang turun terbanyak ke lapangan. [2]

Banyak bencana alam yang datang bergantian karena terpengaruh oleh jalur Cincin Api Pasifik yang terletak di Negara Indonesia. Cincin Api Pasifik memiliki panjang sekitar 40.000 kilometer, dan lebih dari 75% gunung berapi, atau sekitar 450, membentang di sepanjang itu. Secara geografis, Indonesia terletak di Ring of Fire yang melewati Lempeng Pacific, lempeng tektonic yang sangat aktif di dunia. Perhatikan bahwa lokasi geografi ini menyumbang sekitar 90% gempa bumi, hampir semua gempa bumi yang terbesar di dunia. ([3])

Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) adalah salah satu organisasi sosial yang memiliki semangat kerelawanan terbaik, karena pada saat terjadinya erupsi gunung Semeru MDMC Jawa Timur mengintegrasikan semua sumber daya terdekat yang dapat dikerahkan untuk melakukan tanggap darurat [4]. Hanya saja, belum banyak yang mengulas tentang gambaran perilaku prososial relawan Muhammadiyah yang terjun di Lumajang, Jawa Timur.

Pada penghujung tahun 2021 masyarakat Indonesia digemparkan dengan erupsi yang terjadi di gunung Semeru, bencana alam tersebut mengakibatkan rusaknya ratusan bagunan, dan memakan korban jiwa serta matinya hewan ternak. Menurut data Posko Tanggap Darurat Erupsi Semeru pada 25 Desember 2021, 54 orang tewas, sedangkan 6 warga dinyatakan hilang. Sedangkan jumlah rumah yang mengalami kerusakan mencapai

1.027 rumah. Rumah yang mengalami kerusakan tersebar di Desa Sumberwuluh di Kecamatan Candipuro, dan 505 rumah rusak berat. Di sisi lain, 85 rumah rusak ringan dan 437 rusak berat di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo. Sejak itu, jumlah pengungsi meningkat menjadi 9.417 di 402 lokasi. Fokus evakuasi dipusatkan di tiga kecamatan: Pasirian di 15 lokasi dengan jumlah 1.657 orang, Candipuro di 22 lokasi dengan total 3.897 orang, dan Pronojiwo di 7 lokasi dengan total 1.136 orang. Pengungsi di luar Kabupaten Lumajang sebanyak 341 orang di 9 lokasi di Kabupaten Malang, 11 di Probolinggo di 1, 3 di Blitar dan 13 di 3 lokasi di Jember. Bencana alam ini mendapat respon dari banyak pihak, banyak bantuan dan relawan yang datang. [5]

Dari uraian data diatas dapat disimpulkan apabila bencana alam gunung Semeru yang meletus ini berdampak cukup besar diantaranya ialah hilangnya nyawa manusia, kesehatan, ekonomi, serta psikologis korban. Pada sudut pandang korban, yang paling terasa yaitu bencana alam mengakibatkan menurunnya kualitas hidup korban yang dapat dilihat dari berbagai masalah kesehatan seperti kebersihan diri yang buruk akibat kurangnya air bersih dan kebersihan lingkungan yang buruk merupakan awal timbulnya beberapa jenis penyakit menular. Ketersediaan pangan yang tidak memadai merupakan awal dari suatu proses yang menurunkan kualitas kesehatan. Dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang jika tidak segera diselesaikan yaitu menurunnya tingkat pemenuhan dan pertumbuhan gizi korban bencana.

Kesiapsiagaan adalah suatu tindakan untuk menanggulangi bencana dengan mempersiapkan masyarakat, lingkungan, dan cara pengurangan dampak bencana [6]. Faktor utamanya ialah pengetahuan. Pengetahuan itu berpengaruh pada sikap dan kepedulian yang harus kita miliki dalam mengantisipasi bencana. Semua pihak yang terlibat dalam simulasi situasi bencana nyata menggunakan skenario bencana yang dekat atau dibuat sesuai dengan situasi nyata. Ini membantu mengurangi kemungkinan efek samping, terutama dalam situasi non- bencana. Kegiatan yang dimaksud meliputi: Mengidentifikasi dan memantau risiko bencana, Penjadwalan partisipatif untuk pencegahan bencana, Pengembangan budaya pencegahan bencana, Mengembangkan komitmen kepada pemangku kepentingan penanggulangan bencana dan Pelaksanaan upaya dan pengaturan fisik dan non fisik untuk penanggulangan bencana [7]

Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) Muhammadiyah atau lebih dikenal dengan sebutan bahasa Inggris Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) merupakan organisasi penanggulangan bencana yang dibawah naungan Muhammadiyah [8]. Lembaga ini dimulai pada tahun 2007 dengan nama “Pusat Penanggulangan Bencana” yang selanjutnya ditetapkan menjadi lembaga yang bertindak untuk mengatur sumber daya. Sesuai dengan wilayah Persyarikatan Muhammadiyah, MDMC membawahi kegiatan kebencanaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dalam operasionalnya mengembangkan MDMC di tingkat pimpinan daerah atau provinsi Muhammadiyah dan di tingkat pimpinan daerah Muhammadiyah atau kabupaten. mengembangkan MDMC.

Muhammadiyah DisasterManagementCenter(MDMC) atau Biro Penanggulangan Bencana Muhammadiyah (LPB) Jawa Timur dikenal dengan sebutan Dewan Pimpinan Daerah dan Penanggulangan Bencana (PWM) Muhammadiyah Jawa Timur. Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang telah terlibat dalam melakukan respon bencana di wilayah Jawa Timur maupun di berbagai daerah Indonesia. Sebagai gerakan dakwah Islam yang dikelola oleh manajemen modern, Muhammadiyah bertujuan untuk menjadi yang pertama datang ke daerah bencana dan berjanji menjadi yang terakhir di daerah bencana sebagai bentuk komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan. [9]. Pada bencana alam Semeru, MDMC merespon dengan memberikan layanan transisi dari tanggap darurat sampai ke pemulihan pasca bencana dengan partisipasi relawan MDMC se- Jatim, berdasarkan data yang ditulis pada tanggal 27 Januari 2022 terdapat total 488 relawan yang dibagi di 4 posko yang ada yaitu pos koordinasi Lumajang, pos layanan Pronojiwo, pos layanan Sumbermujur, pos layanan Sumberwuluh. Selama bertugas di posko pengungsian warga, relawan memiliki beberapa tugas seperti logistik,dapur umum, layanan kesehatan dan psikososial dan lain sebagainya.

Relawan ialah individu yang bersedia membagi waktunya untuk membantu organisasi mencapai tujuannya, yang memiliki tanggung jawab besar tetapi terbatas, yang memiliki sedikit atau tanpa pelatihan khusus, tetapi

ahli dalam bidang tertentu. sukarela membantu staf [10]. Perilaku menolong yang jujur merupakan ciri dari citra relawan. Kegunaan dalam psikologi sering disamakan dengan istilah prososial dan altruistik. Prososial adalah istilah yang menggambarkan perilaku membantu yang sering ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, sedangkan perilaku suportif terbatas pada membantu orang lain.

Seperti hasil wawancara yang telah dilakukan pada salah satu relawan MDMC yaitu sebagai berikut : : “Di dalam MDMC tidak hanya menangani kebencanaan yang di masyarakat seperti musim hujan pada saat ini tetapi mencakup semua yang bersifat kebencanaan nasional maupun sosial,kami bekerja sama dengan Lazismu untuk masalah dana. Kami berdiri di bagian terdepan karena tanggung jawab kami sebagian pengurus MDMC untuk mensupport teman - teman kami yang lainnya dan yang terlibat di kebencanaan ini yaitu temen temen yang bisa di lapangan maupun skillnya di lapangan karena kita kan sebagian besar butuh kontribusi tenaga ya mbak. Sukanya kita kan langsung turun di lapangan, langsung berhubungan dengan masyarakat ya mbak. Senengnya ya orang yang kita bantu itu kan pasti senang karena sudah dibantu jadinya kita relawan dihormati jadi ya otomatis kita tambah seneng, orang - orang berterima kasih kemudian mendoakan relawan ya kita seneng aja namanya juga didoakan orang lain. Kalau susahnya ya nggak ada palingan ya capek gitu aja. Resiko jadi relawan kan begitu mbak nanti kan kita juga butuh bantuan orang lain pokoknya pikiran jangan terlalu aneh aneh kalau di lapangan tujuannya bantu ya bantu untuk meringankan beban dan menyenangkan orang lain.”

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti pada salah satu relawan MDMC Jawa Timur yang terlibat pada respon bencana erupsi gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur menunjukkan bahwa subjek senang untuk membantu korban bencana alam, hal tersebut sesuai dengan aspek perilaku prososial (Membantu) yaitu tindakan seseorang untuk meringankan atau mengurangi beban orang lain.

Sebuah penelitian yang telah dilaksanakan Tri Wibowo di tahun 2017 [11] yang berjudul “Hubungan Antara Empati Dengan Perilaku Prososial Pada Relawan SAR Bumi Serasi Kabupaten Semarang” menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara empati dengan perilaku prososial relawan SAR Bumi Serasi di Provinsi Semarang. Maka dapat disimpulkan bahwa empati yang besar dikaitkan dengan perilaku prososial yang lebih tinggi dan sebaliknya, empati yang lebih rendah dikaitkan dengan perilaku prososial yang lebih rendah. Berikutnya adalah studi kasus yang dilaksanakan oleh Wang di tahun 2018 [12], berjudul “Peran Apresiasi, Dukungan Sosial, dan Mediasi Pertumbuhan Pasca Trauma dalam Hubungan Empati dan Perilaku Prososial pada Remaja Pasca Gempa” menghasilkan respon perilaku individu pasca trauma yang menerima dukungan emosi dan sosial positif tiap individu dinyatakan sebagai perasaan terima kasih. Empati pun memberi pengaruh prososial dengan memfasilitasi social support secara langsung. Dengan social support mencukupi, seseorang mungkin bisa mengambil sisi positifnya guna mengartikan kehidupan di lingkungan mereka dan memberikan feedback yang baik bagi orang lain. Kesamaan penelitian terletak pada fokus penelitian yang terkait dengan perilaku prososial. Dari beberapa penjelasan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui profil prososial relawan Muhammadiyah Disaster ManagementCenter(MDMC). Oleh karena itu, rumusan masalah pada penelitian ini ada dua yaitu, (1) Bagaimana gambaran perilaku prososial pada relawan Muhammadiyah DisasterManagementCenter(MDMC) Jawa Timur yang terlibat pada respon bencana erupsi gunung semeru di Lumajang, Jawa Timur? (2) Faktor - faktor apa yang mempengaruhi perilaku prososial relawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Jawa Timur yang terlibat pada respon bencana erupsi gunung semeru di Lumajang, Jawa Timur?

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif, yang memiliki arti bahwa penelitian tersebut meninjau gambaran dari adanya sebuah fenomena. Jenis penelitian kuantitatif deskriptif adalah jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini. Penelitian kuantitatif (Sugiyono, dalam Rizqiyah, 2016) [13], merupakan metode penelitian berdasarkan filsafat positivisme, guna meneliti suatu fenomena terhadap suatu sampel atau populasi, dimana datanya dihimpun memanfaatkan instrumen penelitian dan analisa datanya berbentuk kuantitatif atau statistik, guna mencari kebenaran hipotesis yang sudah ditetapkan. Teknik analisis data yang dimanfaatkan pada penelitian ini yakni analisis statistik deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan dibantu oleh JASP.

Populasi pada penelitian ini berjumlah 488 dengan karakteristik subjeknya relawan MDMC yang aktif dan terlibat dalam tanggap bencana pada tahun 2021-2022. Sampel yang akan digunakan berjumlah 202 relawan, karena, berdasarkan tabel Isaac dan Michael (Sugiyono, 2015) populasi 488 terdapat kesalahan sebesar 5%. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Probabilitysamplingyaitu pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, kemudian teknik probability sampling dalam penelitian ini memanfaatkan random sampling.

Teknik pengumpulan data nya berbentuk skala psikologi yaitu skala prososial dimana diadaptasi dari instrumen penelitian Iswanto (2008)[14] , Penyusunan aitem pada skala ini berdasarkan aspek dari Simpson & Messer , dkk (Tumembouw , 2007)[15] dengan jumlah 50 pernyataan dalam bentuk skala Likert. Instrumen pada penelitian ini adalah skala prososial berupa angket atau kuisioner yang disebar menggunakan google

form. Model skala yang digunakan adalah skala Likert dimana didalamnya tersusun atas pernyataan-pernyataan sikap yang terdiri atas 2 macam pernyataan, yakni pernyataan yang memihak atau mendukung kepada objek sikap (favorable), dan pernyataan yang tidak memihak atau mendukung kepada objek sikap (unfavorable).Jawaban atas setiap butir penyataan dinilai dari tingkatan positif hingga ke negatif yakni, SS (Sangat Setuju), Setuju (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).

Validitas aitem menggunakan corrected item-total correlation dengan bantuan JHSP 16.1 for Windows. Hasil validitas menunjukkan apabila pada skala prososial terdapat 34 aitem dinyatakan valid dan 10 aitem dinyatakan gugur. Aitem-aitem gugur tersebut dikarenakan r = ≤ 0.30. Uji reliabilitas menerapkan koefisien Cronbach Alpha dengan memanfaatkan fasilitas JHSP 16.1 forWindows. Berdasarkan hasil uji Alpha Cronbach’s skala prososial yang didapatkan yaitu 0.953, yang artinya skala prososial ini reliabel. Karena jika koefisien reliabilitas mendekati angka 1, maka skala tersebut dinyatakan reliabel.

Hasil dan Pembahasan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti mengenai gambaran perilaku prososial relawan MDMC yang terlibat pada respon bencana erupsi gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur.

1. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek Jenis kelamin Jumlah
MDMC JAWA TIMUR Laki laki 85
Perempuan 117
Total 202
Table 1.Gambaran Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah relawan MDMC Jawa Timur yang turut berpartisipasi pada saat respon bencana alam meletusnya gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur. Terdiri dari 85 relawan berjenis kelamin laki laki dan 117 relawan berjenis kelamin perempuan.

2. Gambaran Perilaku Prososial Secara Umum

Kategorisasi Jumlah Persentase
Tinggi 13 6%
Sedang 161 80%
Rendah 28 14%
Total 202 100%
Table 2.Frekuensi Tingkat Prososial

Berdasarkan hasil tabel 4.2 dapat diketahui bahwa relawan dengan tingkat prososial tinggi dengan skor ≥126 totalnya 13 orang dengan frekuensi 6%, relawan dengan tingkat prososial sedang dengan skor 97 sampai dengan 125 totalnya 161 dengan frekuensi 80%, sedangkan relawan dengan tingkat prososial yang rendah dengan skor < 97 totalnya 28 dengan frekuensi 14%.

3. Gambaran Rerata Per Aspek

Berdasarkan analisis deskriptif menggunakan JASP, dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) tertinggi terdapat pada aspek kejujuran yakni sebesar 23.975, dan selanjutnya aspek menolong memiliki mean 23.233, aspek merawat 20.163, aspek memberi atau menyumbang 19.787, sedangkan mean terendah yaitu pada aspek kerja sama yaitu sebesar 16.584. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan apabila aspek perilaku prososial yang dominan digunakan oleh relawan MDMC yang turun pada bencana erupsi gunung Semeru yaitu aspek kejujuran. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek perilaku prososial yang paling besar diaplikasikan oleh relawan MDMC yang turun pada reapon bencana erupsi gunung Semeru adalah aspek kejujuran.

4. Gambaran Kategorisasi Pada Tiap Aspek

a. Aspek Menolong (Helping)

Kategorisasi Jumlah Persentase
Tinggi 20 9%
Sedang 162 78%
Rendah 27 13%
Total 202 100%
Table 3.Frekuensi Tingkat Prososial

Dari hasil tabel 4.3 diketahui relawan dengan tingkat aspek menolong tertinggi berjumlah 20 orang dengan skor ≥ 28 memiliki frekuensi 10%, relawan dengan tingkat aspek menolong sedang berjumlah 156 orang memiliki skor 20 sampai dengan 27 dengan frekuensi 77%, sedangkan relawan dengan aspek menolong rendah berjumlah 26 orang dengan skor < 20 yang mempunyai frekuensi 13%.

b. Aspek Kerjasama (Cooperating)

Kategorisasi Jumlah Persentase
Tinggi 0 0%
Sedang 12 6%
Rendah 190 94%
Total 202 100%
Table 4.Frekuensi Tingkat Aspek Kerjasama

Berdasarkan hasil tabel 4.4 diketahui apabila, relawan dengan tingkat aspek kerjasama tinggi berjumlah tinggi tidak ada atau 0 dengan skor ≥ 20 sedangkan frekuensi yang dimiliki adalah 0%, relawan dengan tingkat aspek kerjasama sedang berjumlah 12 orang memiliki skor 20 sampai dengan 27 dengan frekuensi 6%, sedangkan rendah berjumlah 190 orang dengan skor < 20 memiliki frekuensi 94%.

c. Aspek Merawat (Caring)

Kategorisasi Jumlah Persentase
Tinggi 11 5%
Sedang 173 86%
Rendah 17 9%
Total 202 100%
Table 5.Frekuensi Tingkat Aspek Merawat

Berdasarkan hasil Tabel 4.5 diketahui relawan dengan tingkat aspek merawat tertinggi berjumlah 11 orang dengan skor ≥ 25 memiliki frekuensi 5%, relawan dengan tingkat aspek merawat sedang berjumlah 173 orang memiliki skor 17 sampai dengan 24 dengan frekuensi 86%, sedangkan relawan dengan aspek merawat rendah berjumlah 18 orang dengan skor < 17 yang mempunyai frekuensi 9%.

d. Aspek Kejujuran (Honesty)

Kategorisasi Jumlah Persentase
Tinggi 35 17%
Sedang 142 70%
Rendah 25 13%
Total 202 100%
Table 6.Frekuensi Tingkat Aspek Kejujuran

Dari hasil tabel 4.6 diketahui relawan dengan tingkat aspek kejujuran tertinggi berjumlah 35 orang dengan skor ≥ 28 memiliki frekuensi 17%, relawan dengan tingkat aspek kejujuran sedang berjumlah 142 orang memiliki skor 21 sampai dengan 27 dengan frekuensi 70%, sedangkan relawan dengan aspek kejujuran rendah berjumlah 25 orang dengan skor < 21 yang mempunyai frekuensi 13%.

e. Aspek Memberi atau Menyumbang (Donating)

Kategorisasi Jumlah Persentase
Tinggi 40 20%
Sedang 143 71%
Rendah 19 9%
Total 202 100%
Table 7.Frekuensi Tingkat Aspek Memberi atau Menyumbang

Dari hasil Tabel 4.7 diketahui relawan dengan tingkat aspek memberi tertinggi berjumlah 40 orang dengan skor ≥ 24 memiliki frekuensi 20%, relawan dengan tingkat aspek memberi sedang berjumlah 143 orang memiliki skor 17 sampai dengan 23 dengan frekuensi 70%, sedangkan relawan dengan aspek memberi rendah berjumlah 19 orang dengan skor < 17 yang mempunyai frekuensi 9%.

5. Gambaran Perilaku Prososial Ditinjau Dari Jenis Kelamin

Berdasarkan analisis deskriptif menggunakan JASP, didapatkan data bahwa perempuan memiliki rata-rata (mean) sebesar 111.248 sedangkan mean dari relawan yang berjenis kelamin laki laki yang memiliki mean sedikit lebih rendah, yaitu sebesar 110.341. Maka dari itu dapat di tarik kesimpulan apabila mean dari relawan yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi daripada mean dari relawan berjenis kelamin laki laki, berati nilai perilaku prososial yang dimiliki relawan berjenis kelamin perempuan lebih tinggi daripada relawan berjenis kelamin laki laki.

6. Gambaran Faktor Perilaku Prososial

Faktor-Faktor Jumlah %
Termotivasi dari keinginan untuk membantu mereka yang membutuhkan 182 55
Menghilangkan ketidaknyamanan atau perasaan tidak menyenangkan disaat melihat orang lain membutuhkan bantuan 70 21
Mengerti yang orang lain butuhkan dalam keadaan yang sulit untuk mencapai tujuan hidupnya 19 6
Membantu individu karena masih ada hubungan keluarga 16 5
Melindungi dari ancaman terhadap status dan karakteristik didalam kelompok 43 13
Table 8.Faktor-Faktor Perilaku Prososial

Berdasarkan tabel diatas, maka diketahui secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi mereka dalam perilaku prososial karena faktor dari “Termotivasi dari keinginan untuk membantu mereka yang membutuhkan” sebanyak 182 orang relawan dengan presentase sebesar 55%. Kemudian faktor “Menghilangkan ketidaknyamanan atau perasaan tidak menyenangkan disaat melihat orang lain membutuhkan bantuan” ada 70 orang relawan dengan presentase 21%. Faktor “Mengerti yang orang lain butuhkan dalam keadaan yang sulit untuk mencapai tujuan hidupnya” sebanyak 19 orang relawan dengan presentase 6%. Selanjutnya “Membantu individu karena masih ada hubungan keluarga” hanya 16 orang relawan dengan presentase 5%. Dan yang terakhir faktor “Melindungi dari ancaman terhadap status dan karakteristik didalam kelompok” sebanyak 43 orang relawan dengan presentase 13%.

Hasil penelitian ini menunjukkan apabila aspek perilaku prososial yang dimiliki relawan pada saat respon bencana erupsi gunung Semeru di Lumajang Jawa Timur secara umum sebagian besar berada pada kategori sedang. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa relawan yang memiliki tingkat prososial sedang mendapatkan presentase sebanyak 80%, relawan yang mempunyai tingkat prososial tinggi memiliki presentase 6%, sedangkan relawan yang memiliki tingkat prososial rendah memiliki presentase 14%. Perilaku prososial diartikan sebagai tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperdulikan motif si penolong. Perilaku prososial didasari oleh motivasi yang timbul dari diri individu tanpa mengharapkan sesuatu. Perilaku prososial memiliki tingkat pengorbanan yang tinggi, bersifat sukarela untuk menolong orang lain dan tidak mengharapkan imbalan apapun baik berupa materi maupun sosial (Rahman, 2014). Dalam hal ini, relawan MDMC (Muhammadiyah DisasterManagementCenter) Jawa Timur dapat dikatakan mampu untuk untuk menolong orang lain yang membutuhkan bantuannya, mereka mampu membantu korban tanpa mengharapkan imbalan apapun. Selain itu mereka juga melakukan tugas tersebut dengan sukarela dan keikhlasan hatinya.

Hasil penelitian menunjukkan faktor yang mempengaruhi perilaku prososial relawan MDMC Jawa Timur yang terlibat pada respon bencana erupsi gunung Semeru di Lumajang, menunjukkan sebagian besar para relawan memiliki motivasi dan keinginan untuk menolong orang yang membutuhkan dengan presentase sebesar 55%, berikutnya pada presentase sedang sejumlah 13% para relawan melindungi dari ancaman terhadap status dan karakteristik dalam kelompok, dan sebagian kecil relawan yang membantu korban karena masih ada hubungan keluarga sebanyak 5%.Hal ini sejalan dengan penelitian yang

sebelumnya telah dilakukan oleh (Tri Wibowo, 2020) menyatakan bahwa adanya hubungan antara empati dengan perilaku prososial. Semakin tinggi empati maka semakin tinggi juga perilaku prososial. Begitupun sebaliknya, semakin rendah empati maka semakin rendah perilaku prososial yang dimiliki oleh relawan .

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu hasil penelitian ini hanya menggambarkan prososial relawan dan dikaitkan dengan dengan aspek-aspeknya. Menurut Felipus Neri Iswanto (2008) terdapat 5 aspek yang bisa digunakan untuk menggambarkan perilaku prososial relawan yaitu menolong, bekerjasama, merawat, jujur, serta bertindak dermawan. Aspek dengan rata-rata paling tinggi terdapat pada aspek kejujuran yakni sebesar 23.975, rata-rata tertinggi kedua ada pada aspek menolong sebesar 23.233, rata-rata tertinggi ketiga ada pada aspek merawat yakni sebesar 20.163, kemudian pada aspek memberi atau menyumbang rata-rata nilainya sebesar 19.787,dan yang ter-rendah nilai rata-ratanya ada pada aspek kerjasama yakni sebesar 16.584.

Jika ditinjau dari jenis kelamin perempuan memiliki rata rata (mean) sebesar 111.248 sedangkan mean dari relawan yang berjenis kelamin laki laki yang hanya memiliki mean sebesar 110.341. Maka dari itu dapat di tarik kesimpulan apabila nilai prososial yang dimiliki relawan berjenis kelamin perempuan lebih tinggi daripada relawan berjenis kelamin laki laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Rahmah Fitroh, Wildani Khoiri Oktavia, dan Haris Hanifah (2019) yang juga menunjukkan hasil yaitu adanya adanya perbedaan yang signifikan antara perilaku prososial berdasarkan jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki.

Simpulan

Menurut hasil penelitian dan pembahasan, gambaran prososial relawan dapat disimpulkan sebagai berikut. Relawan MDMC Jawa Timur yang turun pada saat bencana erupsi gunung Semeru di Lumajang sebagian besar berada pada kategori sedang dengan presentase sebanyak 80%, relawan yang mempunyai tingkat prososial tinggi memiliki presentase 6%, sedangkan relawan yang memiliki tingkat prososial rendah memiliki presentase 14%. Aspek prososial yang paling banyak diterapkan oleh relawan MDMC Jawa Timur adalah aspek kejujuran. Adapun yang paling rendah adalah pada aspek kerjasama.

Faktor yang mempengaruhi perilaku prososial relawan MDMC Jawa Timur yang terlibat pada respon bencana erupsi gunung Semeru di Lumajang sebagian besar para relawan termotivasi dari keinginan untuk membantu para korban yang membutuhkan bantuan. Faktor perilaku prososial diperoleh karena adanya empati yang dimiliki pada individu, dan dari empati tersebut terdapat 3 aspek di dalamnya yaitu empati emosional, akurasi empati, dan perhatian empati.

Bagi relawan MDMC Jawa Timur yang masuk dalam kategori prososial tinggi bisa dipertahankan. Sedangkan bagi relawan MDMC Jawa Timur yang memiliki prososial rendah untuk lebih ditingkatkan lagi dengan melalui pelatihan, pendidikan maupun persiapan sebelum terlibat dalam respon bencana. Bagi MDMC dapat dipakai acuan dalam peningkatan kualitas relawan dengan cara melakukan studi atau pelatihan, baik pelatihan kebencanaan maupun pelatihan prososial dan juga dapat dipakai untuk pertimbangan MDMC dalam penugasan relawan yang akan terjun langsung ke lokasi bencana. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan bisa menggerakkan seluruh relawan yang terlibat pada respon bencana supaya bisa diketahui hasil prososial dari keseluruhan relawan dan juga diharapkan dengan adanya hasil dari penelitian prososial pada relawan yang terlibat respon bencana, dapat melakukan penelitian selanjutnyadengan menghubungan variabel lainnya.

References

  1. H. Khairul Rahmat And D. Alawiyah, “Konseling Traumatik: Sebuah Strategi Guna Mereduksi Dampak Psikologis Korban Bencana Alam,” J. Mimb. Media Intelekt. Muslim Dan Bimbing. Rohani, Vol. 6, No. 1, Pp. 34–44, 2020, Doi: 10.47435/Mimbar.V6i1.372.
  2. A. J. Iswara, “Jumlah Relawan Indonesia Tertinggi Di Dunia,” Goodnewsfromindonesia.Id, 2019. Https://Www.Goodnewsfromindonesia.Id/2019/01/05/Jumlah-Relawan-Indonesia-Tertinggi-Di-Dunia (Accessed Feb. 05, 2022).
  3. B. H. Furqan Iskak Aksa, Sugeng Utaya, Syamsul Bachri, Geografi Bencana. Syiah Kuala University Press.
  4. Rosihan Anwar, “Mdmc Gerak Cepat Bantu Korban Semeru,” Rri.Co.Id, 2021. Https://Rri.Co.Id/Tanggap- Bencana/1281723/Mdmc-Gerak-Cepat-Bantu-Korban-Semeru (Accessed Dec. 30, 2021).
  5. T. Detikcom, “Pilu Erupsi Gunung Semeru Di Penghujung Tahun 2021,” Detiknews, 2021. Https://News.Detik.Com/Berita-Jawa-Timur/D-5877972/Peristiwa-Pilu-Erupsi-Gunung-Semeru-Di- Penghujung-Tahun-2021.
  6. M. Prof. Dr. Dr. Aryono D. Pusponegoro, Sp .B., -Kbd/Trauma Dan Dr. Achmad Sujudi, Sp.B.,
  7. Kegawatdaruratan Dan Bencana. Jakarta Timur: Rayyana Komunikasindo, 2016.
  8. H. Dan S. Zakarias Dedu Ghele Raja, “Upaya Pengurangan Risiko Dan Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Ancaman Bencana Tanah Longsor,” J. Lingkung. Dan Bencana Geol., 2017, [Online]. Available: Https://Www.Researchgate.Net/Publication/339309405_Kajian_Upaya_Pengurangan_Risiko_Dan_Kesiapsiagaan_Masyarakat_Terhadap_Ancaman_Bencana_Tanah_Longsor_Desa_Ndito_Kecamatan_Detusoko_Ka bupaten_Ende_Provinsi_Nusa_Tenggara_Timur.
  9. Y. A. Hilman, “Disaster Management Concept Of Muhammadiyah Disaster Management Centre In Ponorogo, Indonesia,” Otoritas J. Ilmu Pemerintah., Vol. 8, No. 1, P. 65, 2018, Doi: 10.26618/Ojip.V8i1.807.
  10. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Fikih Kebencanaan Dan Tuntunan Shalat,” Gramasurya, Pp. 1–272, 2018, [Online]. Available: Https://Mdmc.Or.Id/Wp-Content/Uploads/2018/10/Fikih-Kebencanaan-Dan- Tuntunan-Shalat.Pdf.
  11. K. N. L. & A. I. Asmarany, “Altruisme Pada Relawan Perempuan Yang Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus Di Yayasan Anak Jalanan Bina Insan Mandiri,” J. Psikol., Vol. 8, No. 1, Pp. 1–7, 2015.
  12. T. Wibowo, “Hubungan Antara Empati Dengan Perilaku Prososial Pada Relawan Sar Bumi Serasi Kabupaten Semarang,” Fak. Psikol. Univ. Semarang, Pp. 1–8, 2017.
  13. L. Yuwanto, Hartanti, Y. W. Tjiong, P. Eunike, K. V Widyakristi, And V. Halim, “Intervensi Psikologi Bagi Penyintas Bencana,” Cerdas Pustaka, Pp. 1–167, 2018, [Online]. Available: Http://Repository.Ubaya.Ac.Id/37484/2/Hartanti_Intervensi Psikologi Bagi Penyintas Bencana_2018.Pdf.
  14. Sugiyono, “Prof. Dr. Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.,” Prof. Dr. Sugiyono. 2018. Metod. Penelit. Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung Alf., 2018.
  15. F. N. Iswanto, “Hubungan Motif Prososial Dan Semangat Kerja Relawan Di Lembaga Pmi Yogyakarta,”
  16. Skripsi Univ. Sanata Dharma, 2008.
  17. D. Tumembouw, “Studi Deskriptif Tentang Perilaku Prososial Pendonor Darah,” Skripsi, P. 145, 2007, [Online]. Available: File:///D:/Data Kuliah/Semester 6/Kti/Dapus/029114035_Full%255b1%255d.Pdf Diakses 29 Februari 2020 Jam 12.35.