Abstract
This study aims to formulate problems regarding teacher interpersonal communication in motivating student learning along with what are supporting and inhibiting factors of teacher-student interpersonal communication during the covid-19 pandemic. The research method used is qualitative with data collection techniques through observation, interviews, and documentation. With the techniques of determining the informant using purposive sampling technique. The result showed that the teacher’s role was crucial in interpersonal communication in order to motivate student learning during covid-19 pandemic. Meanwhile, the inhibiting factors of interpersonal communication between student and teacher were found in the form of technical, physical, semantic, psychological, and social environment factors. The supporting factors themselves are proximity to communication targets, supportive attitude, empathy, teacher self-image, to a positive learning environment.
Pendahuluan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nadiem Makarim pada Selasa, 24 Maret 2020 mengeluarkan “Surat Edaran Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020” yang membahas mengenai dua pokok hal diantaranya yaitu peniadaan Ujian Nasional 2020 hingga teknis pelaksanaan proses belajar dari rumah dengan sistem daring dampak dari akibat pandemi covid-19.[1] Kondisi pandemi yang melanda dunia termasuk juga Indonesia sejak 2020 lalu memang memiliki peran penting dalam berbagai perubahan yang terjadi pada manusia. Terutama dari segi interaksi dan komunikasi antar sesama manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup berdampingan dan berinteraksi dengan manusia lain disekitarnya. Dalam eksistensinya, manusia memiliki dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan atau berinteraksi dengan manusia lain.[2] Tanpa adanya komunikasi maka tidak akan ada proses interaksi, saling bertukar ilmu pengetahuan, pendidikan, pengalaman, hingga informasi lainnya. Karena itulah komunikasi juga tidak luput dari peran pentingnya dalam ilmu pengetahuan dan pengaplikasiannya atau dalam dunia pendidikan. Komunikasi interpersonal menurut Devito merupakan komunikasi yang terjadi antara dua orang atau kelompok kecil yang pasti terjadi dalam kehidupan.[3] Sementara itu menurut Mulyana, komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non-verbal.[4]
Komunikasi interpersonal di lingkungan sekolah melibatkan dua peran penting yaitu guru dan siswa. Guru memiliki posisi penting dalam komunikasi di dunia pendidikan karena dianggap sebagai orang yang mampu dan memiliki tanggung jawab untuk mengirimkan informasi mengenai materi ajar, gagasan, hingga wawasan kepada siswanya. Karena itulah penting bagi seorang guru untuk dapat membimbing agar komunikasi berjalan dengan baik
dan lancar, serta mampu menggerakkan motivasi belajar siswa. Banyak guru yang meragukan keefektifan pembelajaran secara daring ini. Mereka beranggapan bahwa pembelajaran secara daring ini dapat menyebabkan resiko “learning loss” pada generasi saat ini. Dampaknya bukan hanya dirasakan oleh guru sebagai pendidik dan peserta didik saja. Banyak juga orang tua yang akhirnya memutuskan untuk tidak mendaftarkan anaknya untuk sekolah, meskipun anak-anak tersebut sedang dalam masa-masa dimana tumbuh kembang mereka perlu didukung dengan adanya pendidikan yang tepat.[5]
Interaksi simbolik merupakan sebuah pendekatan yang memberikan perhatian tentang pentingnya komunikasi dan memaknai simbol-simbol dan cara-cara berbahasa antar-individu hingga masyarakat di dalam proses interaksi sosial. Teori ini ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind)mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970), makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.[6]
Berdasarkan konsep teori interaksionisme simbolik sendiri, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol. Teori ini menyoroti pada bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol atau perbuatan yang merepresentasikan maksud mereka dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Serta pada pengaruh yang ditimbulkan dari penafsiran simbol tersebut terhadap perilaku pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Dalam beberapa pengertian simbol diartikan sebagai: (a) sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat sebagai pengganti sebuah gagasan atau objek; (b) kata, tanda, atau isyarat yang digunakan untuk mewakili hal lain seperti arti, kualitas, abstraksi, gagasan dan objek; (c) apapun yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan/atau dengan kesepakatan atau kebiasaan; (d) simbol sering diartikan secara terbatas sebagai tanda konvensional. Sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar dan disepakati atau dipakai oleh anggota masyarakat itu sendiri.[7]
SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo mulai aktif melaksanakan metode pembelajaran tatap muka terbatas pada September 2021. Hal ini menindaklanjuti dari diberikannya izin pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas (PTM) oleh pemerintah pada wilayah atau daerah yang sudah mencapai tingkatan level PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) level satu hingga level tiga. Dirjen Pauddasmen, Kemendikbudristek, Jumeri, pada Silaturahmi Merdeka Belajar Episode 6 yang ditayangkan di kanal Youtube KEMENDIKBUD RI, kamis (9/9/21), menyampaikan bahwa sebagian besar komponen pemerintah daerah, pemerintah pusat, guru, serta peserta didik, dan orang tua telah memiliki tujuan yang sama, dalam hal ini yaitu agar sekolah segera bisa dibuka.[8]
Kepala sekolah SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Nana Liesdiana S.Pd M.M menjelaskan, blended learningyang mereka terapkan adalah kombinasi pengajaran tatap muka dan pengajaran online. Metode pembelajaran ini mengizinkan separuh dari jumlah siswa masuk kelas mengikuti pembelajaran tatap muka, sementara separuh lainnya mengikuti belajar online dari rumah secara bergantian. Pada pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas dengan metode blended learning tersebut SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo menerapkan sistem bergantian tiap kelas untuk menghindari terjadinya kerumunan. Setiap sesi pertemuan diisi dengan 50 persen dari jumlah siswa perkelas seharusnya. Sementara itu sebelum adanya pandemi covid-19 pembelajaran dilaksanakan setiap senin hingga jumat dengan jam pembelajaran yang berbeda setiap tingkatan kelasnya.[9]
Intensitas pertemuan tatap muka dan pembelajaran di SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo terpangkas semenjak adanya pandemi covid-19. Selain itu, siswa tidak lagi diperbolehkan untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara intens dengan teman-temannya seperti yang biasanya mereka lakukan selama jam istirahat sebelum adanya pandemi. Kemudian berdasarkan observasi di SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo pada 29 November 2021, ditemukan permasalahan atau hambatan pada saat pembelajaran daring. Bapak Salim selaku guru kelas 3 menyebutkan bahwa sulit untuk menangkap respon secara langsung dari siswa ketika pembelajaran daring. Karena walaupun aplikasi video conferencesendiri sudah dilengkapi dengan fitur audio-video (AV)yang canggih, kerapkali siswa tidak menyalakan fitur videonya. Berdasarkan hal tersebutlah yang melatarbelakangi dibuatnya penelitian ini. Sehingga diharapkan melalui penelitian ini dapat ditemukan mengenai komunikasi interpersonal guru dengan siswanya, kemudian apa saja faktor penghambat dan pendukung komunikasi interpersonal ini dalam rangka memotivasi belajar siswa di SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Seperti yang dijelaskan oleh Denzin & Lincoln (1994), penelitian kualitatif ialah riset yang memakai latar alamiah dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dengan melibatkan metode yang ada. Sedangkan menurut Kirk & Miller (1986: 9), penelitian kualitatif ini merupakan pengamatan yang banyak digunakan dalam studi sosial dimana objek yang diteliti adalah manusia dan keberagaman yang ada di dalam sifat manusia seperti tindak-tanduknya, kepercayaanya, hingga minatnya.[10]
Lokasi penelitian terletak di SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang beralamat di Jl. Pasar Jetis No.28, Kwadengan Timur, Lemahputro, Kec.Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lokasi ini dipilih karena SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo telah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas sejak September 2021 sebagai dampak dari adanya pandemi covid-19. Sekolah ini juga merupakan sekolah berprestasi dibuktikan dari penghargaan yang diraih dalam acara MuhammadiyahEducationAward2021sebagai “MuhammadiyahFutureSchoolJawaTimur”. Informan dalam penelitian ini adalah perwakilan guru SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo dari kelas 1-6. Teknik penentuan informan dilakukan menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria informan dalam penelitian ini yaitu guru SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang setidaknya telah mengajar di sekolah tersebut selama lima tahun, sehingga guru tersebut sudah mengenal seluk beluk siswa dan lingkungan sekolah dengan baik.
Teknik analisis data yang digunakan berupa tahapan-tahapan yang kemudian menghasilkan penyajian data yang tepat dan teratur menurut Miles dan Huberman. Tahapan-tahapan tersebut diantaranya yaitu reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan.[11]
Hasil dan Pembahasan
Komunikasi Interpersonal Guru dalam Memotivasi Belajar Siswa
Komunikasi interpersonal guru dianggap sebagai proses yang memungkinkan subjeknya (manusia) membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi. Dimana dalam hal ini ekspektasi yang dimaksud adalah untuk memotivasi belajar siswa. Berdasarkan pada teori interaksi simbolik, komunikasi interpersonal guru dianggap sebagai proses yang memungkinkan subjeknya (manusia) membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi. Dimana dalam hal ini ekspektasi yang dimaksud adalah untuk memotivasi belajar siswa. Untuk itulah, peneliti menggunakan tiga konsep inti dalam teori interaksionisme simbolik dalam menguraikan mengenai hal tersebut. Tiga konsep tersebut diantaranya adalah mind,self, dansociety.[12]
Pikiran didefinisikan oleh Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri. Pikiran merupakan kemampuan individu dalam memunculkan respon dan pendapat dari dirinya sendiri. Dan bila seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, maka ia memiliki apa yang disebut sebagai pikiran.[13] Pikiran (mind) guru ditunjukkan dari bagaimana setiap informan (guru) dapat merespon pertanyaan-pertanyaan baik mengenai komunikasi, siswa, dan kondisi yang mengikuti selama komunikasi interpersonal guru dengan siswa dibangun. Terutama disini adalah dari bagaimana guru mengetahui dengan baik mitra komunikasinya (siswa). Menurut guru, siswa memiliki karakter yang beragam karena itu sebelum komunikasi dapat berjalan dengan lancar perlu ada proses pendekatan dan perkenalan dengan masing-masing karakter. Sejak masa pandemi guru dan siswa SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo lebih beradaptasi dengan perkembangan media sebagai sarana komunikasi dan pembelajaran.
Self atau diri, menurut Mead merupakan ciri khas dari manusia. Diri adalah kemampuan untuk dapat menjadi subjek atau objek. Diri juga mensyaratkan proses sosial yakni komunikasi antar manusia yang muncul dan berkembang melalui aktivitas dan hubungan sosial. Selain itu, diri juga dapat memberikan tanggapan terhadap apa yang ditunjukan orang lain dan tanggapan tersebut menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri berbicara dan menjawab dirinya sendiri. Diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek dari perspektif yang berasal dari orang lain atau masyarakat. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas interaksi sosial dan bahasa.[13] Dalam hal ini perspektif yang berasal dari orang lain tersebut adalah kondisi siswa dan pandemi covid-19. Komunikasi antara guru dengan siswa banyak mengalami perubahan khususnya sejak masa pandemi. Baik guru dan siswa dipaksa untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Pendekatan dan perkenalan pada karakter siswa dilakukan dengan konsistensi dan kesabaran yang tinggi. Menciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung menjadi cara yang penting untuk menciptakan komunikasi interpersonal yang baik dengan siswa. Selama pembatasan pembelajaran tatap muka guru telah maksimal dalam memanfaatkan platform-platform pendukung komunikasi seperti whatsapp, google meet, youtube, googleformdan sebagainya agar tidak menghambat kemajuan belajar siswa.
Masyarakat (society) merupakan sebuah proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri.[13] Masyarakat (Society) juga dapat disimpulkan sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat.[6] Siswa sebagai society (masyarakat), walaupun pada masa pandemi banyak mengalami perubahan namun ternyata dapat menyesuaikan dengan baik. Motivasi belajar siswa SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo selama masa pandemi cukup tinggi ditunjukkan dari berbagai prestasi yang didapatkan oleh siswa-siswa. Siswa cukup aktif dalam mengikuti lomba-lomba dan turnamen baik tingkat lokal hingga tingkat nasional. Hal ini tidak lain juga atas bantuan dan semangat yang diberikan oleh guru selaku pengajar dan pembimbing. Kemudian kondisi lingkungan di sekolah selama pembelajaran di masa pandemi kurang lebih sama kecuali waktu dan intensitas interaksi yang berkurang dibanding sebelum adanya pandemi. Pelaksanaan pertemuan tatap muka terbatas dengan metode blended learning digunakan selama masa pandemi. Kemudian guru juga banyak menggunakan bantuan media dalam berkomunikasi dengan siswa atau wali siswa.
Faktor Penghambat Komunikasi Interpersonal Guru dengan Siswa
Berdasarkan keterangan dari guru SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo, kurangnya interaksi secara langsung atau terbatasnya interaksi fisik akibat dari penerapan pembatasan pertemuan tatap muka menghambat komunikasi interpersonal guru dengan siswa. Intensitas waktu belajar siswa di dalam kelas dan lingkungan sekolah dibatasi, demikian juga interaksi antara guru dengan siswa juga siswa dengan sesama teman sebayanya dibatasi. Hambatan fisik yang dimaksud berupa keterbatasan pertemuan fisik seseorang (face-to-face). Faktor keberadaan fisik pasti mengalami hambatan ketika kita banyak membatasi komunikasi melalui media dimana unsur bahasa tubuh tidak ada dikarenakan menggunakan bahasan tulisan. Atau meskipun ketika menggunakan media berbasis audio-video kita bisa lebih leluasa untuk memperlihatkan simbol bahasa tubuh, namun tetap memiliki esensi yang berbeda ketimbang ketika interaksi tersebut ada secara nyata atau dalam bentuk fisik.
Nurudin dalam bukunya Ilmu Komunikasi, menyebutkan bahwa lingkungan fisik berkaitan dengan wilayah geografis dan jarak. Semakin jauh jarak dalam proses komunikasi maka semakin besar pla peluang terjadinya hambatan. Jarak yang jauh juga memunculkan gangguan lain seperti kebisingan suara juga pada masalah-masalah teknis yang berkaitan dengan media pengantar yang digunakan.[14] Komunikasi antara guru dengan siswa selama masa pandemi covid-19 didukung oleh media-media seperti aplikasi chat, aplikasi video conference, dan media- media sosial lainnya. Karena itulah permasalahan mengenai sinyal dan jaringan adalah masalah teknis yang kadang tidak bisa diprediksi datangnya. Permasalahan teknis ini bisa dipicu oleh cuaca, sinyal, kecepatan internet dan hal lainnya.
Faktor semantik memiliki pengaruh dalam kesuksesan komunikasi interpersonal guru dengan siswa. Semantik sendiri merupakan ilmu yang mempelajari mengenai tata kalimat. Sehingga dapat dikatakan bahwa hambatan semantik adalah hambatan yang berkaitan dengan bahasa.[14] Hambatan ini juga berkaitan dengan perbedaan gaya bahasa yang digunakan antara guru dengan siswa dalam berkomunikasi juga kemampuan siswa dalam merespon bahasa atau kata dari guru. SD Muhammadiyah merupakan satu dari sekian banyak sekolah yang menerima siswa inklusi. Hal paling sulit menurut guru dalam berkomunikasi dengan siswa inklusi yaitu adalah bagaimana caranya agar bahasa yang diucapkan guru adalah cukup mudah untuk dimengerti. Siswa inklusi lebih lambat dalam menangkap instruksi ataupun pesan dari guru yang dihadapinya. Karena itu seringkali guru harus mengulang instruksi atau pesannya dua kali atau bahkan lebih agar dapat dimengerti.
Kondisi psikologis seseorang ikut mempengaruhi bagaimana pesan dikirimkan dan diterima. Kondisi psikologis ini berasal dari faktor internal dan eksternal.[14] Internal contohnya disini adalah sifat dan karakter siswa. Guru seringkali menemukan siswa yang cenderung pendiam dan kurang aktif di kelas. Hal tersebut dapat menjadi hambatan tantangan tersendiri bagi guru. Karena guru tidak akan tahu pasti apa yang dikeluhkan anak selama pembelajaran, hal-hal apa saja yang mungkin kurang mereka pahami, kesulitan apa yang mereka hadapi dan bagaimana motivasi belajar mereka di kelas jika mereka tidak terbuka pada gurunya. Kemudian juga mengenai pergantian suasana hati (mood) siswa hingga perbedaan masing-masing karakter siswa. Sementara itu faktor eksternal dapat berasal dari masyarakat dan kondisi sosial-budaya. Kondisi sosial yang dimaksud adalah masa pandemi covid-19 yang membatasi komunikasi dan interkasi sesama manusia. Hal ini tentu saja berimbas pada pelaksanaan pembelajaran yang diatur dan dibatasi. Sehingga memaksa sekolah melaksanakan pembelajaran jarak jauh.
Faktor Pendukung Komunikasi Interpersonal Guru dengan Siswa
Faktor pendukung komunikasi interpersonal guru dengan siswa yang pertama adalah karena guru mengenali sasaran komunikasinya yaitu siswa. Peran dan usaha guru dalam membangun kedekatan dan mempersempit jarak diantara guru dengan siswa membawa pengaruh baik dalam kelancaran komunikasi interpersonal diantara keduanya. Dengan memahami siswanya sebagai sasaran komunikasi, guru dapat berempati dengan keadaan dan kondisi siswa- siswanya. Guru berusaha untuk memahami siswa, mengetahui apa yang diinginkan, dibutuhkan, dan disukai oleh siswa. Dengan cara begitu, guru juga dapat membangun kedekatan dengan siswanya.
Faktor lainnya yang mendukung komunikasi interpersonal guru dengan siswa menurut guru SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo yaitu dengan cara menanamkan rasa dan sikap empati yang besar. Empati merupakan sebuah sikap atau kemampuan seseorang untuk memahami apa yang dirasakan orang lain dan berusaha untuk melihat kondisi dan permasalahan dari kaca atau sudut pandang orang lain bukan hanya dirinya sendiri. Meskipun kita menyadari adanya perbedaan yang besar antara diri kita dengan orang lain namun kita berusaha untuk memahami orang lain tersebut dan tidak bersikap egois.[3]
Selain rasa dan sikap empati, hal lainnya yaitu adalah sikap mendukung guru pada siswa-siswanya. Demi memperlancar komunikasi interpersonal dengan siswanya, guru berusaha menanamkan sikap mendukung. Sikap ini tentunya dapat dibangun tidak terlepas dari rasa empati guru terhadap siswa-siswanya. Sikap mendukung guru ini dibuktikan dengan adanya ekstrakulikuler yang masih aktif meskipun selama pandemi. Sehingga siswa masih memiliki wadah untuk mengeksplor hobi dan kemampuannya.
Yang terakhir adalah dengan menanamkan citra diri dan lingkungan belajar yang positif. Anggapan siapa diri kita dihadapan orang lain dan anggapan akan status orang lain ikut memengaruhi proses komunikasi.[14] Citra diri dan persepsi positif atas diri guru dihadapan siswa menjadi faktor yang penting agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Apabila komunikan memiliki pandangan yang buruk terhadap citra komunikator, maka hal tersebut akan membuat pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak diterima dengan baik, atau menjadi bias sesuai dengan persepsi yang dimiliki komunikan atas diri komunikator. Suasana lingkungan belajar yang nyaman menurut guru juga menjadi salah satu hal yang mendukung komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa.
Simpulan
Dalam komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo terdapat pertukaran simbol, bahasa, dan informasi. Simbol tersebut berupa simbol bahasa atau kata, teks, ekspresi, dan tanda-tanda lainnya. Karena itulah terdapat interaksi simbolik yang ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran guru (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Menurut guru, sejak masa pandemi guru dan siswa lebih beradaptasi dengan perkembangan media sebagai sarana komunikasi dan pembelajaran. Pendekatan dan perkenalan pada karakter siswa dilakukan dengan konsistensi dan kesabaran yang tinggi. Menciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung menjadi cara yang penting untuk menciptakan komunikasi interpersonal yang baik dengan siswa. Selama pembatasan pembelajaran tatap muka guru telah maksimal dalam memanfaatkan platform-platform pendukung komunikasi seperti whatsapp, google meet,youtube, juga google form agar tidak menghambat kemajuan belajar siswa. Walaupun pada masa pandemi banyak mengalami perubahan, namun ternyata baik siswa maupun guru dapat menyesuaikan dengan baik. Siswa SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo sebagai Society selama masa pandemi memiliki motivasi belajar yang cukup tinggi ditunjukkan dari berbagai prestasi yang didapatkan oleh siswa-siswa. Siswa cukup aktif dalam mengikuti lomba- lomba dan turnamen baik tingkat lokal hingga tingkat nasional.
Faktor penghambat komunkasi interpersonal guru dengan siswa pada masa pandemi diantaranya yaitu: (a) faktor fisik, kurangnya interaksi secara langsung atau terbatasnya interaksi fisik akibat adanya pembatasan pertemuan tatap muka selama pandemi; (b) faktor teknis, dimana dengan banyaknya penggunaan media baik elektronik maupun internet cukup wajar terjadi; (c) faktor semantik, yang berkaitan dengan bahasa; dan yang terakhir (d) faktor sosial- psikologi yang berkaitan dengan kondisi siswa dan kondisi lingkungan akibat adanya pandemi covid-19. Sementara itu, Faktor pendukung komunkasi interpersonal guru dengan siswa pada masa pandemi diantaranya yaitu: (a) mengenal baik sasaran komunikasi; (b) menanamkan rasa empati; (c) menanamkan sikap mendukung; (d) menciptakan citra diri guru yang positif; dan yang terakhir yaitu (e) menciptakan lingkungan belajar yang nyaman.
References
- “Surat Edaran Menteri Pendididkan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020: Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19,” hukumonline.com, 2020. https://covid19.hukumonline.com/wp-content/uploads/2020/04/surat_edaran_menteri_pendidikan_dan_kebudayaan_nomor_4_tahun_2020-2.pdf (accessed Oct. 02, 2021).
- S. Syarbaini and Fatkhuri, Teori Sosiologi, Cetakan Pe. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2016.
- J. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books, 1997.
- D. Mulyana, Komunikasi Populer: Kajian Komunikasi dan Budaya Kontemporer. Pustaka Bani Quraisy, 2004.
- M. Martin, “Setahun Pembelajaran Daring, Benarkah Terjadi ‘Learning Loss’?,” kompas.com, 2021. https://edukasi.kompas.com/read/2021/03/27/150334571/setahun-pembelajaran-daring-benarkah-terjadi-learning-loss?page=all.
- N. Siti and S. Siregar, “Kajian Tentang Interaksionisme Simbolik,” J. Perspekt., vol. 4, no. 2, pp. 100–110, 2011.
- Fitria, “Relasi Simbol Terhadap Makna Dalam Konteks Pemahaman Terhadap Teks,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2013.
- K. M. Bellana and Romanti, “Efektifitas Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Kota-Kota Besar,” itjen.kemdikbud.go.id, 2021. https://itjen.kemdikbud.go.id/web/efektifitas-pembelajaran-tatap-muka-terbatas-di-kota-kota-besar/.
- S. Achmad, “Kiat SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo Jalani Pembelajaran Tatap Muka,” pwmu.co, 2021. https://pwmu.co/207987/09/06/kiat-sd-muhammadiyah-2-sidoarjo-jalani-pembelajaran-tatap-muka/.
- Umrati and H. Wijaya, Analisis Data Kualitatif Teori Konsep dalam Penelitian Pendidikan. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2020.
- Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2014.
- B. A. B. Ii, T. Interaksi, S. George, and H. Mead, “Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2002), 68 – 70. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id,” pp. 68–70, 2002.
- T. N. Derung, “Interaksionisme Simbolik Dalam Kehidupan Bermasyarakat,” SAPA, pp. 118–131, [Online]. Available: https://e-journal.stp-ipi.ac.id/index.php/sapa/article/download/33/28/60.
- Nurudin, Ilmu Komunikasi: Ilmiah dan Populer. Jakarta: Rajawali Pers, 2017.