Abstract
This study aims to know the practice of corpse care at PKU Muhammadiyah Hospi- tal Bantul to get conclusions about the suitability of its application with the guidance of the Tarjih and Tajdid Muhammadiyah Council. To get a complete picture of the corpse care process at PKU Muhammadiyah Hospital Bantul, researchers used data collection techniques with observation, interviews, and documentaries. The results of this study concluded that the practice of bathing and kafiaing corpses in the PKU Muhammadiyah Bantul Hospital was in accordance with the guidance of the Tarjih and Tajdid Muham- madiyah Central Management Council. Inthis study it was also found that there was no guidance from the Tarjih and Tajdid Muhammadiyah Council on the handling of bathing the corpses that were indicated as having infectious diseases. Thus, there is a need for a comprehensive new perspective in looking at the problems that arise in the midst of the people along with the times.
Pendahuluan
Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dalam bentuk Rumah Sakit PKU Muhammadiyah lahir tidak hanya sebagai pelengkap kebutuhan persyarikatan pada ranah gerakan kesehatan semata dalam rangka memenuhi kebutuhan taraf hidup sehat masyarakat. Lebih dari itu, seluruh amal usaha Muhammadiyah didirikan sebagai wujud gerakan Islam, dakwah, dan tajdid. Adapun yang dimaksud dengan gerakan tajdid mengandung 2 makna sekaligus. Pertama, bermakna tajrid atau pemurnian pada ranah aqidah, akhlaq, dan ibadah yang seluruhnya harus sesuai dengan tuntunan al-Quran dan as-Sunnah al-Makbulah. Sedangkan makna tajdid yang kedua bermakna dinamisasi pada ranah mu’amalah duniawiyah yang memang membutuhkan kreasi manusia.
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul merupakan Amal Usaha Muhammadiyah yang dikelola langsung oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bantul dan memiliki nilai yang sangat strategis pada ranah dakwah pemurnian agama Islam. Bagaimana tidak, Kabupaten Bantul adalah salah satu kabupaten yang terletak paling selatan yang menjadi bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang langsung berhubungan dengan mitos Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. Kondisi demikian menjadikan Bantul adalah salah satu kabupaten dengan ritual-ritual budaya yang berbau syirik dan bid’ah terbanyak jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kondisi lain yang harus menjadi perhatian serius oleh persyarikatan Muhammadiyah adalah bahwa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul terletak di daerah yang berdekatan dengan pusat kristenisasi Gereja Ganjuran. Gereja Ganjuran adalah salah salah satu gereja terbesar dan tertua se-Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah yang merupakan peninggalan Belanda dengan amal usaha yang sudah begitu lengkap. Mulai dari Rumah Sakit Santa Elisabeth yang cukup besar dan menjadi rujukan pertama para pasien dari Bantul bagian selatan, sekolah mulai dari tingkat TK sampai dengan SMA, asrama, dan juga panti asuhan. Salah satu bagian yang harus ada di setiap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah adalah adanya Unit Bina Ruhani. Demikian juga di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul yang juga memiliki petugas Pembimbing Ruhani dengan tugas mulai dari mendoakan dan memberikan semangat kepada pasien yang sedang sakit, men-talqin apabila ada seseorang yang hendak menemui ajalnya, proses memandikan dan mengkafani jenazah.Susanto and Astuti (2013) Dengan demikian, peran sentral Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dalam memberikan contoh perawatan jenazah yang sesuai dengan tuntunan yang benar menjadi suatu keniscayaan.
Metode
Penelitian ini berjenis deskriptif dengan pendekatan campuran kualitatif dan kuantitatif yang membandingkan tuntunan perawatan jenazah Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dan praktik perawatan jenazah di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul. edangkan sumber data dalam penelitian ini diperloleh dari subjek penelitian dan narasumber yang akan dibatasi jumlahnya. Data yang digunakan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari Standar Prosedur Operasional (SPO) memandikan dan mengkafani jenazah dan data sekunder dalam penelitian ini adalah petugas Unit Bina Ruhani Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul.
Adapun teknik yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah observasi, wawancara, dan dokumenter.Moleong (2012) Observasi yang ditempuh adalah observasi sistematis dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan untuk mengetahui penerapan tuntunan perawatan jenazah Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul. Sedangkan wawancara yang ditempuh adalah wawancara mendalam yang dilakukan dengan instrumen wawancara untuk mendapatkan data.
Hasil dan Pembahasan
Tuntunan Perawatan Jenazah Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
Muhammadiyah semenjak awal memiliki semangat kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah al-Makbulah dengan maksud mengembalikan pemahaman umat Islam pada paham beragama yang benar dengan gerakan “tajdid”. Tajdid dengan makna “tajrid” pemurnian/ purifikasi pada ranah aqidah, akhlak, dan ibadah serta tajdid dengan makna tajdid atau dinamisasi itu sendiri pada ranah muamalah duniawiyah atau segala urusan dunia yang memang harus dimajukan untuk mempermudah kehidupan manusia di dunia. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah memiliki kedudukan khusus di persyarikatan Muhammadiyah, di satu sisi berfungsi sebagai pembantu pimpinan persyarikatan, di sisi lain mengemban tugas memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan pimpinan Muhammadiyah juga bagi warga persyarikatan Muhammadiyah serta seluruh umat Islam Indonesia pada umumnya. Maka, tidak berlebihan jika Majelis Tarjih dan Tajdid disebut sebagai ruhnya Muhammadiyah.
Salah satu keputusan yang telah dipuputuskan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid adalah tata cara ibadah praktis yang termasuk didalamnya adalah fikih perawatan jenazah yang terhimpun dalam buku HPT (Himpunan Putusan Tarjih) Muhammadiyah jilid 1 yang diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah Yogyakarta.Tarjih (2012) Adapun tuntunan perawatan jenazah terkhusus pada tata cara memandikan dan mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
Memandikan Jenazah
a) Memulai memandikan jenazah dari anggota kanan serta anggota wudlu sebagaimana hadis dari Ummu Atthiyyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim; b) Memandikan jenazah dengan bilangan gasal sebanyak tiga, lima, atau lebih dengan air dan daun bidara, serta pada tahapan yang terakhir dengan air yang dicampur dengan kapur barus. Kemudian menjalin rambut jenazah perempuan tiga pintal
Mengkafani Jenazah
a) Mengkafani jenazah dengan baik sebagaimana hadis dari Abu Qatadah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan at-Tirmidzi dan juga hadis dari Jabir yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud; b) Kain kafan berwarna putih sebagaimana hadis dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Lima Ahli Hadis kecuali Imam Nasa’i; c) Kain kafan diusahakan menutup seluruh tubuh jenazah seperti hadis dari Khabbab bin al-Aratti yang diriwayatkan oleh Jamaah Ahli Hadis kecuali Ibnu Majah; d) Kain kafan dijadikan 3 lapis sebagaimana hadis dari Jabir yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dan dishahihkan menurut syarat Imam Muslim; e) Membalur jenazah dengan parfum (wangi-wangian). Kecuali jenazah yang sedang berihram, maka tidak ditudungi kepalanya dan tidak pula dibalur badannya dengan parfum sebagaimana hadis yang diriwayatkan Jama'ah ahli hadits dari Ibnu Abbad; f) Mengkafani jenazah laki-laki dengan 3 helai kain sebagaimana hadis Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim; g) Mengkafani jenazah wanita dengan kain basahan, baju kurung, kudung selubung, dan kain sebagaimana hadis dari Laila binti Qanif Tsaqafiyah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud; h) Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah sebagaimana hadis Abu Dawud dengan sanad hasan dari Ali yang sampai Nabi saw.
Standar Prosedur Operasional (SPO) Perawatan Jenazah di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul merupakan Amal Usaha Muhammadiyah yang dikelola langsung oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bantul yang memiliki fungsi yang sama dengan Amal Usaha Muhammadiyah yang lain, yaitu sebagai bentuk perwujudan gerakan dakwah Muhammadiyah.Albana and Susanto (2015) Maka apapun yang dikembangkan haruslah sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah. Salah satu bentuk pelayanan yang disediakan oleh RS PKU Muhammadiyah Bantul adalah pelayanan keagamaan dengan dibentuknya Unit Bina Ruhani yang memiliki tugas diantaranya adalah pelayanan memandikan dan mengkafani jenazah. Bagian ini menjadi penting dikarenakan tata cara memandikan dan mengkafani jenazah adalah bagian ibadah mahdhah yang tata caranya harus sesuai dengan tuntunan al-Quran dan as-Sunnah al-Makbulah. Hal ini memiliki nilai yang sangat strategis pada ranah dakwah pemurnian agama Islam seperti yang diusung oleh gerakan dakwah Muhammadiyah.
Berikut adalah Standar Prosedur Operasional (SPO) Unit Bina Ruhani RS PKU Muhammadiyah Bantul dalam memandikan dan mengkafani jenazah:
Memandikan Jenazah Laki-laki dan Perempuan
a) Persiapan ruang dan tempat memandikan. Ruang diusahakan yang ada dinding dan atapnya sehingga jauh dari pandangan, dan ada dipan atau bangku untuk tempat memandikan; b) Persiapan orang yang memandikan, misalnya memakai pakaian pelindung dan prosedur cuci tangan, menyesuaikan dengan kondisi; c) Menempatkan jenazah di tempat yang tinggi seperti di dipan, bangku, ranjang, balai-balai atau yang lain. Membaca basmalah dan berniat karena Allah; d) Seluruh pakaian yang melekat pada jenazah dilepas dan diganti dengan kain basahan (kain atau sarung) yang menutupi aurat. Aurat harus tetap terlindungi dan tertutup; e) Benda-benda yang menempel pada jenazah dilepas, misalnya: arloji, cincin, giwang, gigi palsu, dan sebagainya; f) Mendudukkan jenazah secara hati-hati dan pelan dengan posisi miring ke belakang, bagi yang memandikan hendaklah meletakkan tangan kanannya di bahu jenazah dengan ibu jari pada lekukan tengkuk serta lutut menahan punggung jenazah; g) Angkat badan bagian atas, lalu tekan bagian perutnya perlahan (kecuali wanita hamil); h) Istinja’kan qubul dan duburnya dengan tangan kiri yang disertai kucuran air untuk mengeluarkan dan membersihkan kotoran yang keluar; i) Jenazah dibaringkan secara telentang dan kemaluannya dibersihkan dengan tangan kiri kemudian dibalut dengan perca; j) Bersihkan bagian tubuh lainnya yang berlubang, seperti hidung, mulut, dan telinga; k) Kepala dan jenggot dibasuh dengan air, dirapikan dengan sisir, dan rambut yang rontok dikembalikan; l) Menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari arah kepala sampai kaki, dahulukan menyiram anggota tubuh sebelah kanan, baru setelah itu seluruh tubuh dengan ketentuan menyiram dalam bilangan ganjil; m) Bersihkan kedua kakinya sampai ke kuku jarinya. Gosok dengan sabun secara perlahan dan merata; n) Miringkan ke kiri untuk membersihkan bagian tubuh sebelah kanan sampai belakang, dan lanjutkan sebaliknya; o) Membasuh bagian kanan badan jenazah kemudian bagian kirinya, lalu tubuhnya dibaringkan ke kiri dan dibasuh bagian belakang sebelah kanan; p) Sumbat lubang duburnya dengan kapas gulung kecil basah; q) Kain basahan ditutupkan ke seluruh tubuh, selanjutnya disiram dengan air kapur barus; r) Keringkan dengan handuk yang bersih dan suci; t) Sisir rambutnya (jenazah wanita diikat rambutnya menjadi 3 dan diletakkan di belakang).
Mengkafani Jenazah Laki-laki
a)Jenazah yang selesai dimandikan diangkat dengan posisi datar dan dibawa ke tempat yang telah disiapkan; b) Tali pengikat 5 buah diletakkan melintang pada posisi ujung kepala, dada/ bahu, pinggul, lutut, dan ujung kaki; c) Hamparkan kain kafan pertama lebih melebar ke kanan, kain ke dua lebih melebar ke kiri, kain ke tiga paling atas di tengah-tengahnya; d) Hamparkan kapas secukupnya di atas kain kafan untuk menutup jenazah; e) Bagian dubur bila perlu dilapisi plastik di antara kain kafan agar cairan tidak bocor (untuk jenazah yang diinapkan atau dibawa ke luar kota); f) Tebarkan bubuk cendana dan bubuk kapur barus di atas kapas secara merata; g) Disiapkan kapas untuk menutup badan yang ditaburi bubuk cendana dan kapur barus, serta kapas khusus penutup muka; h) Angkat jenazah dan letakkan di atas kain kafan dalam keadaan tertutup kain; i) Sisir rambutnya, tutup lubang hidung dan telinganya dengan kapas yang digulung kecil; j) Tutup tubuh bagian atas (dada ke bawah) dengan kapas yang telah dibubuhi bubuk cendana dan kapur barus (pada kemaluan kapas lebih tebal); k) Bungkus jenazah dengan kain kafan helai demi helai. Dahulukan kain kafan bagian kiri disusul bagian kanan, tarik, rapatkan dan rapikan; l) Ikat dengan tali yang sudah disiapkan, simpul pada bagian kiri dengan simpul hidup; m) Beri wangi-wangian atau percikan minyak wangi secukupnya dari atas sampai bawah dan dahulukan sebelah kanan, kecuali mayat yang mati dalam keadaan ihram. Beri juga di tempat menyemayamkannya; n) Jenazah siap dipindahkan ke tempat shalat untuk dishalatkan.
Mengkafani Jenazah Perempuan
a) Jenazah yang selesai dimandikan diangkat dengan posisi datar dan dibawa ke tempat yang telah disiapkan; b) Tali pengikat 5 buah diletakkan melintang pada posisi ujung kepala, dada/ bahu, pinggul, lutut, dan ujung kaki;c) Hamparkan kain kafan pertama lebih melebar ke kanan, kain ke dua lebih melebar ke kiri; d) Hamparkan juga kain ke tiga yang telah dilubangi tengahnya untuk memasukkan kepala. Digunakan sebagai baju kurung dan disesuaikan dengan tubuh jenazah; e) Hamparkan kain ke empat untuk kain sarung dalam posisi melintang sebatas pinggang sampai ujung kaki; f) Siapkan kain ke lima berbentuk segitiga untuk jilbab; g) Bagian dubur bila perlu dilapisi plastik di antara kain kafan agar cairan tidak bocor (untuk jenazah yang diinapkan atau dibawa ke luar kota); h) Tebarkan bubuk cendana dan bubuk kapur barus di atas kapas secara merata, letakkan di atas kain; i) Disiapkan kapas untuk menutup badan depan yang ditaburi bubuk cendana dan kapur barus, serta kapas khusus penutup muka; j) Angkat jenazah dan letakkan di atas kain kafan dalam keadaan tertutup selubung kain; k) Tutup tubuh jenazah bagian depan dengan kapas yang telah disiapkan (pada kemaluan lebih tebal); l) Pakaikan sarung pada jenazah, dilanjutkan baju kurung; m) Rambutnya dikepang 3, bila pendek diikat 3; n) Jenazah boleh dibedaki dengan bedak bubuk cendana; o) Pakaikan kerudung, seperti memakai jilbab; p) Menutup muka dengan kapas yang telah disiapkan; q) Bungkus jenazah dengan kain kafan helai demi helai. Dahulukan kain kafan bagian kiri disusul bagian kanan, tarik, rapatkan dan rapikan; r) Ikat dengan tali yang sudah disiapkan, simpul pada bagian kiri dengan simpul hidup; s) Beri wangi-wangian atau percikan minyak wangi secukupnya dari atas sampai bawah dan dahulukan sebelah kanan, kecuali mayat yang mati dalam keadaan ihram. Beri juga di tempat menyemayamkannya; t) Jenazah siap dipindahkan ke tempat shalat untuk dishalatkan.
Penerapan Tuntunan Perawatan Jenazah Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul
Peran Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah sampai dengan saat ini sesungguhnya sudah cukup dalam memberikan solusi keumatan sehingga dirasa agama dapat memberikan nilai fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk diantaranya adalah pada tata cara memandikan dan mengkafani jenazah yang dapat dijadikan panduan bagi seluruh warga Muhammadiyah jika terjadi musibah kematian, termasuk juga dijadikan sebagai standar operasional perawatan jenazah yang ditangani di berbagai Rumah Sakit PKU Muhammadiyah.Ulfa and Sarjuli (2016) Namun demikian, berlandas hasil dalam penelitian ini. Maka, Majelis Tarjih dan Tajdid seharusnya mengembangkan perspektif bahwa sebuah hukum tidak saja harus berlandaskan kepada nas al-Quran dan as-Sunnah al-Makbulah semata, namun juga harus disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga hukum agama bukan hanya sekedar menjawab pertanyaan umat, tetapi secara tidak langsung menjadi media pembaharuan sosial di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
Pada kasus memandikan jenazah misalnya, sampai dengan saat ini ketika ada seseorang yang meninggal di suatu kampung, sakit apapun yang telah diderita sebelumnya oleh jenazah, baik itu memiliki resiko menular atau tidak, maka sembarang orang yang memandikan jenazah tersebut, bahkan dengan cara dipangku sebagai bentuk berbakti kepada orang tua atau orang yang dicintainya. Padahal, jika riwayat penyakit jenazah tersebut pernah mengidap penyakit menular semisal hepatitis, paru-paru, dan HIV dimungkinkan akan sangat berpotensi menular. Pada kondisi demikian, secara medis jenazah harus dimandikan dan dikafani di rumah sakit dan ditangani oleh ahli serta menggunakan alat pelindung standar untuk menghurangi resiko penularan penyakit menular sebagaimana SPO Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dalam memandikan jenazah di nomor urut 2 dan 3 tersebut di atas.
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada mulanya dinamai dengan Majelis Tarjih yang berasal dari kata "rajjaha – yurajjihu – tarjihan" yang bermakna mengambil sesuatu yang lebih kuat dari dua atau lebih pilihan yang ada. Penyebutan “Tarjih” juga merupakan pengambilan dari salah satu metode dalam cabang ilmu Ushul Fiqh yang memiliki makna: “Usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk mengemukakan satu yang dianggap paling kuat di antara dua dalil yang saling bertentangan, karena dianggap memiliki kelebihan yang lebih kuat dari yang lainnya". Maka, Tarjih dalam istilah persyarikatan Muhammadiyah sebagaimana terdapat pada uraian singkat mengenai "Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhamadiyah" adalah usaha membandingkan pendapat dalam musyawarah kemudian mengambil alasan yang paling kuat karena dianggap paling sesuai dengan tuntunan al-Quran dan as-Sunnah al-Makbulah.
Pada tahapan awal didirikannya Majelis Tarjih, sesuai dengan namanya, hanyalah bertugas memilih antar beberapa pendapat yang ada dalam diskurusus hukum Islam, semisal dalam fikih 4 madzhab yang memiliki sekian banyak perbedaan pada ranah produk fikih dan kemudian memilih pendapat yang dipandang lebih kuat. Akan tetapi, karena perkembangan masyarakat dan jumlah persoalan yang muncul semakin kompleks, serta banyaknya persoalan-persoalan yang belum di temukan dalam khazanah pemikiran hukum Islam klasik, maka konsep Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mengalami pergeseran yang cukup signifikan menjadi: “Usaha mencari ketentuan hukum terhadap segala permasalahan baru yang belum pernah dibahas ketentuan hukumnya di kalangan ulama terdahulu”. Usaha-usaha tersebut di kalangan ulama Ushul Fiqh dikenal dengan "Ijtihad".Iqbal and Muhammad (2015)
Permasalahan tentang penanganan memandikan jenazah yang terindikasi mengidap penyakit menular tersebut di atas secara khusus belum dikaji dan jika dilihat dari produk-produk fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah permasalah tersebut belum difatwakan. Dengan demikian, penting adanya perspektif yang komprehensif dengan menggunakan pendekatan bayani, burhani dan irfani dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan baru yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Dengan perspektif ini, maka sikap akomodatif terhadap pendekatan-pendekatan baru yang lahir dari kajian-kajian disiplin berbagai keilmuan sangat diperlukan. Sampai dengan saat ini, jika dilihat dari produk-produk fikih yang difatwakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid masih terlihat disumberkan dari paradigma Ushul Fikih literal yang masih berpijak pada kajian kebahasaan dan semantik (dilalatu al-alfadz) semata. Padahal, paradigma ilmiah/burhani sejatinya telah jauh kemajuannya, yaitu dengan melakukan akomodasi pendekatan yang multikoneksi, seperti pendekatan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, dan humaniora. Pendekatan yang menyeluruh menjadi sangat penting dikarenakan paradigma Ushul Fikih literal dengan pendekatan pemahaman kebahasaan semata jika digunakan untuk memahami permasalahan yang berkaitan dengan ranah muamalah duniawiyah sering terkungkung dengan kebenaran yang relatif, benar untuk masanya, sehingga ketika ditarik ke masa sekarang akan membutuhkan revisi serta pembaruan.
Bagian yang juga cukup penting berkaitan dengan pembaruan paradigma Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah adalah pentingnya mengkaji ulang ungkapan yang sering dijadikan sebagai sandaran dalam menyelesaiakan permasalahan dalam hukum Islam, yaitu “al-muhafazhatu 'ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” (menjaga tradisi lama yang relevan dan mengambil yang baru yang lebih relevan).Bantul (2019) Adanya ungkapan tersebut memberikan kesan bahwa sikap umat Islam masih berada pada tahapan reaksioner, bukan visioner atau proaktif. Seyogyanya ungkapan tersebut diubah menjadi “al-muhafazhatu 'ala al-qadim al-shalih wa al-ja’lu al-jadid al-ashlah” (menjaga tradisi lama yang relevan dan menyusun yang baru yang lebih relevan).
Kesimpulan
Peran Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah sampai dengan saat ini, sesungguhnya sudah cukup dalam memberikan solusi keumatan sehingga dirasa agama dapat memberikan solusi dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk diantaranya adalah pada tata cara memandikan dan mengkafani jenazah yang kemudian dapat dijadikan panduan bagi seluruh warga Muhammadiyah jika terjadi kematian, termasuk juga dijadikan sebagai standar operasional perawatan jenazah yang ditangani di berbagai Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Namun demikian, berlandas hasil dalam penelitian ini. Maka, Majelis Tarjih dan Tajdid seharusnya mengembangkan perspektif yang lebih komprehensif bahwa sebuah hukum tidak saja harus berlandaskan kepada nas al-Quran dan as-Sunnah al-Makbulah semata, namun juga harus sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga hukum agama bukan hanya sekedar menjawab pertanyaan umat, tetapi secara tidak langsung menjadi media pembaharuan sosial di tengah umat.
References
- SusantoAstuti Sari Dwi, Pengaruh Promosi terhadap Sikap Pasien RS PKU Muhammadiyah Bantul. Jurnal Medicoecolegal dan Manajemen Rumah Sakit. 2013; 2(1)
- Moleong Lexy J., Remaja Rosdakarya: Bandung; 2012.
- Tarjih [5]Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis, Suara Muhammadiyah: Yogyakarta; 2012.
- AlbanaSusanto PKU Muhammadiyah: Bantul; 2015.
- Ulfa Maria, Sarjuli Tantri, Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Kateter di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.. 2016.
- IqbalMuhammad Abu, Pustaka Pelajar: Yogyakarta; 2015.
- Bantul RSU PKU Muhammadiyah, Penanganan Jenazah Nomor Dokumen SPO.540.006.. 2019.