Study Of Muhammadiyah Studies
DOI: 10.21070/jims.v2i0.1536

The Relationship Between Gratitude and Body Image for Students of Management Study Program, University of Muhammadiyah Sidoarjo


Hubungan Antara Gratitude Dengan Body Image Pada Mahasiswi Prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Gratitude Body Image and Student

Abstract

Students who are not satisfied with their body shape will evaluate their body image, namely the perception of what they believe and feel about their body shape. Students who accept their appearance will always keep what they have. The purpose of this study was to determine The Relationship between Gratitude and Body Image of Management Study Students At The University of Muhammadiyah Sidoarjo. This research is a type of quantitative research with a correlational approach. The population in this study were students of the management study program at the University of Muhamadiyah Sidoarjo, amounting to 873 female students. The sample in this study was 247 female students with stratified random sampling technique. Data collection techniques in this study used a gratitude scale (ɑ = 0.751) and a body image scale (ɑ = 0.870). The data analysis technique used Spearman's correlation with the help of SPSS 22.0. The results of the data analysis of this study indicate that the correlation coefficient (rxy) is -0.015 with a significance of 0.811 > 0.05, which means that there is no significant relationship between gratitude and body image in management study students at the University of Muhamadiyah Sidoarjo.

Pendahuluan

Pada dewasa ini seiring berkembangnya jaman, orang sering sekali melihat penampilan fisik sebagai utama yang ditampilkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Menurut Sumanty dkk [1], penampilan fisik merupakan pandangan pertama kali ketika individu melakukan interaksi dengan orang lain. Penampilan fisik akan mempengaruhi pandangan individu bagaimana melihat dirinya sendiri serta bagaimana induvidu menerima penilaian dari orang lain terhadap dirinya menurut Aliyev & Türkmen [2].

Menurut Koleoso, Akanni dan James (dalam Pratiwi, 2019) seseorang yang ingin berinteraksi dan diterima secara sosial oleh lingkungan cenderung merubah penampilannya. Wanita seringkali lebih mencemaskan sesuatu yang berhubungan dengan penampilan fisiknya dibandingkan dengan laki-laki, wanita memperindah penampilannya antara lain dengan berpakaian sesuai bentuk tubuhnya, lalu mempercantik wajah dengan make up (Sumanty, Sudirman & Puspasari, 2018).

Mahasiswi adalah mahasiswa wanita, sebutan bagi seseorang yang sedang menjalani pendidikan dalam proses belajar pada salah satu perguruan tinggi [3]. Bagi mahasiswi penampilan fisik sangatlah penting karena dapat menunjang kepercayaan dirinya dalam melakukan aktivitasnya. Amri dan Hendrastomo (2016) mengatakan bahwa sebagai seorang mahasiswa memiliki peran penting dalam menuntun masyarakat untuk menjalankan aturan-aturan yang berlaku, mahasiswa dapat dilihat sebagai role model pola perilaku, serta mahasiswa berperan penting sebagai agent of change dan iron stock estafet dalam sebuah kepemimpinan bangsa. Kepercayaan diri pada mahasiswa diperlukan untuk menjalankan peran-perannya tersebut.

Mahasiswa lebih mementingkan penampilan fisiknya untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam menjalankan aktivitas seperti melakukan sebuah presentasi dikampus maupun diluar, kemudian berdiskusi dengan teman maupun orang lain, membaur dengan masyarakat, serta mahasiswa diperlukan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, mahasiswa dapat menunjang karirnya dalam beberapa pekerjaan dengan berbagai bidang, menuntut agar mahasiswa untuk berpenampilan menarik dan memiliki bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan bidang karirnya, contohnya pada sekretaris, guru, pegawai bank, dokter, pramugari, model dan sebagainya. Alhasil, tak heran jika mahasiswi di usia dewasa awal lebih mementingkan penampilan fisiknya.

Masa dewasa awal, menurut Hurlock[5], merupakan masa transisi dari masa muda ke masa dewasa. Masa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun dan berlangsung sampai kira-kira usia 40 tahun. Dalam masa dewasa awal terjadi adanya perubahan fisik. Indikator penuaan lainnya termasuk melonggarnya kulit di tubuh, rambut memudar, selain penambahan berat badan. Bagi sebagian orang, perubahan penampilan ini bisa menimbulkan kecemasan. Namun demikian, banyak yang menerima tanda-tanda perubahan yang terjadi pada fisik tanpa memperbaikinya. Meskipun demikian, sebagian besar orang dewasa awal ini secara aktif terlibat dalam pekerjaan, sosial, profesional, dan kehidupan keluarga mereka.

Rasa kurang puas terhadap bentuk dan ukuran tubuh akan mendorong individu untuk melakukan perubahan bentuk tubuh yang dimilikinya. Muth Cash mengatakan wanita yang memiliki kepuasan tubuh yang rendah cenderung akan melakukan tindakan ekstrim seperti berolahraga, membatasi pola makan, melakukan diet ketat, serta menjalani operasi plastik agar dapat merubah bentuk tubuh dan wajah sesuai dengan body ideal dikalangan masyarakat[6].

Permasalahan body image negative sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang seperti dalam website (hellosehat.com, 2017) menjelaskan bahwa Body dysmorphia disosder (BDD) adalah Obsesi penyakit mental dengan citra tubuh yang berfokus pada cacat penampilan individu dapat dianggap sebagai kekhawatiran terus-menerus tentang pemikiran individu, seperti gangguan fisik dan penampilan yang tidak menarik yang dirasakan individu, atau kekhawatiran berlebihan tentang kekurangan bentuk tubuhnya, seperti hidung pesek atau bengkok, kulit yang gelap dan ketidak sempurnaan yang dimilikinya. Obsesi seperti ini akan membuat pada sebagian individu untuk fokus pada sempurnaan diri. Hal ini dapat menyebabkan individu menjadi pribadi yang rendah diri, masalah di tempat kerja atau sekolah, dan menghindari situasi sosial dimana mereka sebenernnya adalah makhluk sosial. Individu dengan BDD berat akan menjauh serta dapat meninggalkan rumah dan bahkan individu berpikiran melakukan upaya bunuh diri.

Menurut American Association of University Women[7], menambahkan bahwa Devaluasi diri, disforia (depresi), dan ketidakberdayaan akan dihasilkan dari norma budaya "ideal" yang tidak dapat dipenuhi oleh kebanyakan wanita. Ketidakpuasan citra tubuh ini akan berpengaruh pada risiko bunuh diri pada remaja putri.

Body image tidak hanya memberikan dampak akan kesehatan mental individu melainkan juga mengakibatkan tindak pidana bagi orang yang menghina akan body image orang lain dikutip dari Laman SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network) adalah sebuah lembaga jaringan di Asia Tenggara yang mempromosikan kebebasan berbicara secara online, dengan tujuan utama mendorong dan memelihara kebebasan berekspresi, khususnya di media online. Menurut badan tersebut, per 31 Oktober 2018, 381 korban telah dijerat dengan UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2), dengan 90 persen didakwa dengan pencemaran nama baik dan sisanya dengan ujaran kebencian (hatespeech). Terkait aksi penghinaan body shaming, polisi dari seluruh Indonesia menangani 966 kasus body shaming pada tahun 2018, 347 di antaranya diselesaikan melalui prosedur penegakan hukum dan mediasi antara korban dan pelaku.

Fenomena diatas menunjukkan bahwa ada indikasi adanya rendahnya body image yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik individu yang memiliki body image yakni ada gejala depresi. Berdasarkan penjelasan diatas, mengenai fenomena body image tersebut maka mahasiswi diharapkan mempunyai body image positiv agar mengurangi potensi depresi, memiliki kepuasan hidup dan rasa kebahagiaan yang tinggi. Oleh sebeb itu, fenomena body image yang dialami mahasiswi merupakan suatu hal yang layak untuk diteliti. Hal ini karena body image merupakan unsur penting yang perlu ditumbuhkan untuk menguatkan individu dalam menghadapi berbagai tantangan dihidupnya.

Menurut Cash & Pruzinsky body image merupakan sikap yang dimiliki individu terhadap bentuk tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif dan negatif[8]. Individu yang memiliki pandangan positif terhadap tubuhnya akan senantiasa menerima kondisi tubuh dengan apa adanya. Seseorang dengan citra tubuh yang positif akan merasa cantik, nyaman, percaya diri, dan puas dengan penampilannya sendiri, dan akan percaya bahwa mereka memiliki kecantikan luar dan dalam. Individu yang lebih memperhatikan aset fisik dapat digunakan dengan benar, tidak akan mempertimbangkan kekurangan tubuhnya sendiri, juga tidak akan membandingkan penampilannya dengan penampilan orang lain, karena percaya bahwa kecantikan dapat muncul dengan berbagai cara.

Sebaliknya Body image negatif memiliki karekteristik meliputi ketidakpuasan terhadap ukuran dan bagian-bagian tubuh yang dimiliki oleh individu tersebut, dan ketidakmampuan untuk menerima seluruh tubuh apa adanya serta selalu membandingkan tubuhnya dengan orang lain. Menurut Cash (2011), individu yang percaya bahwa mereka jelek dan buruk akan selalu mencari cara untuk menyembunyikan kekurangan mereka, individu akan lebih fokus pada kekurangannya daripada kekuatan mereka, dan individu akan selalu ingin memiliki tubuh layak Ideal bagi semua orang.

Body image negative memberikan dampak akan kesehatan mental individu seperti dalam website (hellosehat.com, 2020). Orang yang memiliki citra tubuh negatif terhadap dirinya sendiri mengalami beberapa kondisi kesehatan mental, seperti depresi, gangguan makan, dan gangguan tidur. Secara umum, kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak hanya itu, citra tubuh yang negatif juga dapat menyebabkan seseorang kehilangan kepercayaan diri, kecemasan, keengganan untuk bertemu dengan banyak orang, dan terobsesi pada sesuatu.

Di sisi lain, body image tidak selalu memiliki efek negatif, tetapi juga memiliki efek positif pada persepsi yang benar tentang tubuh. Orang-orang menghargai penampilan fisik mereka dan menyadari bahwa tidak ada orang yang sempurna. Citra tubuh yang baik juga menyiratkan bahwa orang tersebut bangga pada diri mereka sendiri dan menyadari perlunya memperlakukan tubuh mereka dengan hormat. Dengan kata lain, orang akan melakukan yang terbaik setiap saat, termasuk menjaga kesehatan fisik dan menghindari aktivitas yang berpotensi membahayakan. Selain itu, pendekatan ini dapat membantu seseorang mendapatkan kepercayaan diri dan meningkatkan kesehatan mental mereka.

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi body image yakni a) Jenis kelamin, Menurut Unger & Crawford (Dalam Lindawati 2008), Wanita yang berpenampilan kurang menarik dalam masyarakat sering mendapat penilaian negatif dan sering mendapat persetujuan sosial yang kurang menyenangkan. b) Usia, (Spangler & Carroll, 2001) mengemukakan bahwa Orang dewasa, berbeda dengan remaja, memiliki pengaruh positif yang lebih kuat pada tubuh mereka. Hal ini disebabkan karena orang dewasa mampu memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tubuhnya dan mampu menentukan solusi yang optimal untuk tubuhnya. c) Budaya, Citra seseorang berkembang dalam kerangka Norma budaya membantu pengembangan sikap dan tindakan yang berhubungan dengan diri dan citra tubuh, (Encyclopedia of Psychology, 2000). d) Media massa, Nevid (dalam Melliana, 2006) Ketika budaya tubuh sempurna dipromosikan secara ekstensif, wanita yang memiliki berat badan rata-rata atau lebih besar akan meningkatkan untuk mengontrol berat badan mereka. e) Agama, Pemahaman agama tentang citra tubuh didasarkan pada peraturan agama. Dalam hal mengamati dan memaknai citra tubuh berdasarkan norma dan ajaran agama yang berlaku saat ini, agama memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat.

Selain itu Selain itu Menurut Barber[9], salah satu unsur yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap tubuhnya sendiri, yaitu: gratitude, gratitude melalui peningkatan emosi positif dapat mengurangi rasa ketidakpuasan terhadap tubuh yang dimiliki individu. Menurut Geraghty dkk, aktivitas langsung yang membantu meningkatkan energi baik dan menghilangkan ide-ide negatif tentang bentuk dan ukuran tubuh adalah memfokuskan pikiran individu menuju hal-hal positif melalui gratitude[10].

Dengan rasa bersyukur individu dapat mengurangi ketidakpuasan terhadap tubuh melalui peningkatan emosi positif yang dimilikinya. Dari rasa bersyukur individu akan merasakan hal-hal baik yang terjadi dihidupnya. Hal tersebut sesuai dengan aspek-aspek gratitude menurut McCullough, Emmons, dan Tsang[11]yang meliputi intensitas (intensity) yaitu suatu perasaan intens individu yang timbul akibat emosi positif yang berasal dari rasa syukur, frekuensi (frequency), yaitu seberapa sering individu bersyukur dalam kehidupannya, rentang waktu (span), ialah mengarah pada kondisi kehidupan dimana individu merasa bersyukur pada waktu tertentu, dan kepadatan (density) yang seberapa banyak individu dapat mensyukuri sesuatu dan kepada siapa saja rasa syukur ditujukan.

Orang yang menunjukkan rasa syukur dan kondisi cenderung memiliki kesejahteraan sosial yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak bersyukur. Selain itu, rasa syukur juga berkaitan dengan emosi positif seperti kebahagiaan, kebanggaan dan harapan (Emmons & Shelton, 2002). Adanya rasa syukur tidak hanya membuat orang bahagia pada saat itu, tetapi juga dapat bertahan lama (Emmons & McCullough, 2003). Dengan kata lain, rasa syukur dapat mendorong seseorang untuk memberikan hidupnya lebih berarti dan puas dengan hidup (Wood, Froh, & Geraghty, 2010).

Menurut Froh dkk[12], Penerimaan diri dan rasa syukur membuat orang merasa bahagia, optimis, dan merasa lebih puas dengan hidupnya. Pada dasarnya sikap individu yang tidak puas dengan citra tubuhnya adalah kurangnya toleransi, kurangnya penerimaan diri, dan kurangnya rasa syukur kepada Tuhan. Pada beberapa orang, kurangnya penerimaan diri dapat memicu ketidakpuasan dan mempengaruhi beberapa aspek masalah kehidupan. Salah satunya adalah citra tubuh yang dialami pada masa dewasa awal.

Menurut Cash dan Pruzinsky, citra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya, yang dapat muncul dalam bentuk evaluasi positif dan negatif[13]. Menurut Dwinanda, orang yang sangat mensyukuri citra tubuhnya cenderung puas dengan penampilannya dan menghindari perasaan cemas dan tidak puas dengan tubuhnya. Sebaliknya, Orang yang tidak bersyukur memiliki banyak kecemasan dan ketidakpuasan dengan tubuh mereka. Ini karena seseorang terus-menerus dihadapkan pada evaluasi dan gagasan negatif orang lain tentang diri sendiri, yang menyebabkan kecemasan dan kekhawatiran individu tentang harapan mereka sendiri dan orang lain[14].

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yakni menggunakan metode kuantitatif korelasi, dengan tujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara satu variable dengan variabel lainnya. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswi yang sesuai kriteria, mahasiswi dewasa awal prodi Manajemen yang berada di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang berjumlah 873 orang yang sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Penentuan sampel yang dipilih menggunakan tabel Issac dan Michael dengan taraf signifikasi 5%. Peneliti mengunakan tingkat kesalahan 5% karena semakin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka semakin kecil tingkat peluang terjadinya kesalahan. Dari jumlah populasi sebanyak 873 yang berada dalam rentan angka 850, di dapatkan jumlah sampel sebesar 247 mahasiswi. Karena populasi yang digunakan peneliti berstrata, maka sampel yang digunakan pun juga harus berstrata. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu probability sampling, dengan teknik stratified random sampling. Teknik pengambilan sampel pada populasi yang terbagi menjadi beberapa starata, dari masing-masing sub kelompok tersebut diambil sampel-sampel terpisah disebut teknik stratified random sampling (Azwar, 2014). Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan skala psikologi dengan model skala likert berupa skala gratitude hasil adopsi dari skala yang telah dikembangkan oleh Aniyatussaidah, Ilfana dan Suaib (2021) dengan α = 0,848 dan skala body image hasil adopsi dari skala yang telah dikembangkan oleh Salsabila (2018) dengan α = 0,828. Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment rank spearman melalui program SPSS 22.0 for windows. Teknik penggambilan data menggunakan google form (online).

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 1 diihat dari output uji kolmogrov-smirnov, mendapatkan nilai signifikan sebesar 0,000 untuk skala gratitude sedangkan body image nilai signifikan sebesar 0,121. Maka artinya nilai signifikansi variabel tersebut merupakan distribusi data tidak normal, karena menurut pedoman data dikatakan distribusi normal apabila nilai signifikan lebih dari 0,05.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Gratitude BI
N 247 247
Normal Parametersa,b Mean 38.49 45.46
Std. Deviation 3.577 4.084
Most Extreme Differences Absolute .163 .075
Positive .163 .075
Negative -.153 -.065
Kolmogorov-Smirnov Z 2.565 1.184
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .121
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Table 1.Uji Normalitas

Berdasarkan uji linieritas dapat dilihat nilai signifikansi pada kolom Deviation from Linearity,menunjukkan bahwa nilai F sebesar 0,785 dengan signifikasi 0,666. Hasil signifikansi yang telah didapatkan tersebut dapat menunjukkan bahwa korelasinya tidak linier, karena nilai signifikansi 0,666 lebih dari 0,05. Maka dapat bahwa variable gratitudedengan variabel body imagememiliki hubungan yang tidak linier.

ANOVA Table
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
BI * Gratitude Between Groups (Combined) 160.545 13 12.350 .730 .733
Linearity 1.227 1 1.227 .073 .788
Deviation from Linearity 159.318 12 13.276 .785 .666
Within Groups 3942.840 233 16.922
Total 4103.385 246
Table 2.Uji linieritas

Pada hasil uji korelasi () sebesar -0,015 dengan signifikansi 0,811 > 0,05., bahwa maka data dikatakan tidak berkorelasi. Yang artinya tidak ada hubungan antara gratitude dengan body image. Hal ini menunjukkan bahwa gratitude yang tinggi pada mahasiswi ini tidak selalu dibarengi dengan body image yang positif. Di sisi lain, rendahnya tingkat gratitude mahasiswi tidak selalu disertai dengan rendahnya body image mahasiswi pada masa dewasa awal.

Correlations
Gratitude BI
Spearman's rho Gratitude Correlation Coefficient 1.000 -.015
Sig. (2-tailed) .811
N 247 247
BI Correlation Coefficient -.015 1.000
Sig. (2-tailed) .811
N 247 247
Table 3.Uji Hipotesis

Kategori Skor Subjek
Gratitude Body Image
∑ Mahasiswi % ∑ Mahasiswi %
Rendah 34 13,8 % 31 12,6 %
Sedang 135 54,7 % 154 62,3 %
Tinggi 78 31,6 % 62 25,1 %
Jumlah 247 100 % 247 100 %
Table 4.Kategorisasi Skor Subjek

Berdasarkan dari tabel kategorisasi skor subjek pada skala gratitudedapat disimpulkan bahwa dari 274 mahasiswi, diperoleh 34 mahasiswi dengan gratitude yang rendah, 135 mahasiswi berada pada gratitudeyang sedang, dan 78 mahasiswi berada pada gratitude yang tinggi. Pada skala body image, hasil kategori subjek berdasarkan tabel di bawah dapat diambil kesimpulan bahwa dari sejumlah 62 siswi, terdapat 31 mahasiswi mempunyai body imagerendah, 154 mahasiswi berada pada body imagesedang, 62 mahasiswi berada pada kategori body imageyang tinggi.

Dari pembahasan kategori tabel 4, dapat disimpulkan bahwa mahasiswi prodi manajemen universitas muhammadiyah sidoarjo yang terdiri dari angkatan 2017-2020 memiliki gratitude dan body image berada pada kategori sedang dan tinggi. Dapat dilihat pada tabel kategori dimana presentase dan jumlah subjek mayoritas berada pada kategori sedang dan tinggi.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar -0,015 dengan taraf signifikansi sebesar 0,811. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Gratitude dengan Body Image pada ProdiManajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Hal ini menunjukkan bahwa ketika gratitude pada mahasiswi ini tinggi, belum tentu diikuti dengan bodyimageyang tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah gratitude yang dimiliki oleh mahasiswi, belum tentu diikuti pula dengan rendahnya tingkat body image mahasiswi pada dewasa awal.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya oleh Salsabila (2018) yang mengklaim bahwa rasa syukur dan citra tubuh berkorelasi positif pada remaja. Koefisien korelasi pada penelitian ini sebesar (r = 0,285) signifikan pada 0,005 (p < 0,01), menunjukkan bahwa hasil ini ada hubungan antara rasa syukur dan citra tubuh pada remaja akhir. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi citra tubuh di masa remaja akhir.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Jane Michaela Onggo (2020) yang berjudul “Hubungan Antara gratitude dan body image positive pada Remaja Putri di SMP X.” Statistik non-parametrik Taub Kendal digunakan untuk menguji penelitian. Berdasarkan uji hipotesis, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gratitude dengan body image positive pada remaja SMP X, dengan koefisien korelasi sebesar 0,154 dan nilai signifikansi sebesar 0,091.

Berdasarkan hasil penelitian, subjek penelitian ini adalah mahasiswi berusia antara 22 sampai 30 tahun, dengan kriteria memiliki berat badan minimal 40 kg dan tinggi badan mahasiswi maksimal 190 cm. Kebanyakan wanita ingin memiliki bentuk tubuh yang ideal dan menarik sesuai standar masyarakat dan budayanya. Dengan bertambahnya usia, keinginan remaja putri akan kecantikan semakin kuat (Husna, 2013). Menurut penelitian Gupta (2011), faktor eksternal dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya.

Body image adalah aspek yang sangat penting dari kepribadian seseorang yang dapat langsung dilihat oleh diri sendiri maupun orang lain serta mereka dapat memberi penilaian seberapa menarik penampilan yang dimiliki. Sebesar 62,3% (154 mahasiswi) memiliki skor body image sedang, yang berarti mereka menerima segala bentuk tubuh akan tetapi masih menginginkan dan berusaha untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan mereka agar tampak menarik (Thompson, 1993).

Cash dan Pruzinsky (2002) mengemukakan bahwa ada lima aspek citra tubuh, antara lain: Penilaian penampilan, orang menganggap tubuhnya tampan atau jelek, dan mereka puas dengan penampilan mereka secara keseluruhan. Orientasi penampilan mengukur perhatian seseorang terhadap penampilan mereka dan upaya mereka untuk memperbaiki penampilan mereka. Kepuasan dengan bagian tubuh, kepuasan pribadi atau ketidakpuasan dengan berbagai bagian tubuh. Selain menggambarkan ketakutan akan obesitas, ketakutan seseorang terhadap obesitas dan kesadaran akan berat badan juga harus digambarkan melalui perilaku yang sebenarnya.

Sementara itu, 12,6% (31 mahasiswi) pada variabel body image termasuk dalam kategori yang rendah, hal ini menunjukkan bahwa mereka masih menginginkan bentuk tubuh yang ideal dan kurang meneriman akan bentuk tubuh serta penampilan mereka saat in. individu tersebut lebih cenderung melakukan modifikasi pada penampilan mereka untuk mencapai bentuk tubuh ideal yang lebih menarik.

Dalam penelitian ini, sebagian mahasiswi ProdiManajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo memiliki tingkat kepuasan terhadap citra tubuh (body image) yang tinggi 25,1% (62 mahasiswi). Hal ini dapat terjadi karena Universitas Muhammadiyah Sidoarjo merupakan Universitas yang berbasis pada ajaran-ajaran Islam, dimana agama Islam selalu mengajarkan untuk bersyukur kepada Allah S.W.T atas semua yang telah diberikan oleh-Nya, sehingga mahasiswi memiliki rasa bersyukur yang tinggi terhadap semua penampilan tubuh yang dimilikinya, sehingga mereka akan dapat menerima keadaan tubuh yang dimilikinya.

Di lingkungan ProdiManajemen tidak begitu banyak orang-orang yang mengsosialisasikan mengenai penampilan tubuh yang ideal, dan tidak mengharuskan mahasiswi untuk memiliki penampilan yang menarik ataupun penampilan tubuh yang ideal, sehingga mereka tetap menerima keadaan tubuh yang dimilikinya dan merasa nyaman dengan penampilan tubuhnya, dimana body image dipengaruhi oleh lingkungan, teman sebaya, ataupun nilai-nilai sosial yang paling berlaku. Hal ini didukung oleh Cash (2002) yang mengatakan bahwa sosialisasi mengenai penampilan tubuh dapat membuat individu melakukan berbagai cara agar dapat menyesuaikan tubuhnya dengan sosialisasi yang terdapat dalam budaya atau lingkungannya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sulistyarini, 2010), mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang sangat bersyukur akan memiliki beberapa ciri, antara lain perilaku pribadi yang mensyukuri apa yang telah diperoleh dan dimiliki secara pribadi. Menunjukkan kemurahan hati dan kebaikan terhadap apa yang individu terima, sebagai suatu struktur, yang ditandai dengan mampu mengubah respons individu terhadap sesuatu yang lebih bermakna (Dewanto dan Sofia, 2015).

Limitasi dari penelitian ini adalah Tidak ada pengaruh variabel gratitude pada varibel body image dilihat dari R squaresebesar 0,00. Menurut Gupta (2011), variabel lain yang dapat mempengaruhi citra tubuh adalah faktor eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Citra tubuh seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor sosial budayanya. Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang akan langsung menilai penampilan mereka, apakah itu gemuk, kurus, tinggi, pendek, dll akan menyebabkan ketidakpuasan terhadap bentuk dan penampilan tubuh mereka (Ridha, 2012). Faktor eksternal dan internal dapat mempengaruhi penelitian ini. Selanjutnya, dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan kurang khusus, dan alat ukurnya masih pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan gagal menjelaskan variabel-variabelnya. Selanjutnya penggunaan metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologis melalui Googleform yang artinya peneliti tidak dapat memantau subjek secara langsung sehingga menyebabkan subjek kurang serius dalam memberikan tanggapan.

Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gratitude dengan body image pada mahasiswi prodi manajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Hal tersebut diketahui dari nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,015 dengan signifikasi 0,811 > 0,05., artinya hipotesis pada penelitian ini dapat ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika gratitude pada mahasiswi ini tinggi, belum tentu diikuti dengan body image yang tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah gratitude yang dimiliki oleh mahasiswi, belum tentu diikuti pula dengan rendahnya tingkat body image mahasiswi pada dewasa awal. Hal ini menunjukkan bahwa gratitude tidak berpengaruh terhadap body image, tetapi dipengaruhi oleh faktor lain seperti aspek fashion atau trend di masyarakat yang mempengaruhi status sosial dan standar fisik, serta faktor lain yang tidak tercakup dalam penelitian ini.

References

  1. Sumanty, D., Sudirman, D., & Puspasari, D. (2018). “Hubungan Religiusitas dengan Citra Tubuh pada Wanita Dewasa Awal”. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati.
  2. Pratiwi, R. (2019). “Kebersyukuran Dan Pergaulan Teman Sebaya Dengan Citra Tubuh Pada Mahasiswi”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
  3. Hartaji, D.A. (2012). “Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah Dengan Jurusan Pilihan Orangtua”. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
  4. Habib, C. (2019). “Peran Mahasiswa Di Masyarakat”. Jurnal Pengabdian Masyarakat Setiabudhi. STKIP Setia Budhi Rangkasbitung.
  5. Hurlock, E.B. (1991). “Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”. Jakarta: Penerbit Erlangga.
  6. Robinson, T.R. (2003). Clothing Behavior, Body Cathexis, and Appearance Management of Women Enrolled in a Cmmercial Weight Loss Program.
  7. Laksmitawati, P.I., Widigo, R.J., & Nuari, D. (2017). “Emotional writing dan focus group therapy: upaya penanganan body dissatisfaction pada remaja”. JAMBORE KONSELING 3 (2017), pp. 56-61. Universitas Negeri Semarang.
  8. Setyani, P.H. (2018). “Hubungan Antara Kebersyukuran Dengan Body Image Pada Model”. Skripsi. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
  9. Dwinanda, R.F. (2016). “Hubungan Gratitude Dengan Citra Tubuh Pada Remaja”. Jurnal Ilmiah Psikologi. Universitas Gunadarman.
  10. Geraghty, A., Wood, A.M. and Hyland, M. E. (2010). “Attrition From SelfDirected Interventions: Investigating the Relationship Between Psychological Predictors, Intervention Content and Dropout From a Body Dissatisfaction Inter-vention. Journal of Social Science and Medicine. Vol. 71, pp. 30-37.
  11. McCullough, M. E., Emmons. R. A., & Tsang, J., (2002). The grateful disposition: A conceptual and empirical topography. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 82, No. 1.
  12. Anggit, S.U. (2019). “Pengaruh Syukur Terhadap Body Image Positif Pada Siswi Program Keahlian Akomodasi Perhotelan Di SMK Negeri 6 Semarang”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
  13. Cash., Thomas, F., & Pruzinsky. (2002). Body Image A Handbook of Theory, research, and Clinical Practice. New York: The Guilford Press.
  14. Dwinanda, R.F. (2016). “Hubungan Gratitude Dengan Citra Tubuh Pada Remaja”. Jurnal Ilmiah Psikologi. Universitas Gunadarman.