Study Of Islamic Studies
DOI: 10.21070/jims.v1i2.1055

Students of MTSN Wonogiri: Psicology Perspectiveof Islamic Education


Siswa Berbakat MTSN Wonogiri: Perspektif Psikologi Pendidikan Islam

Indonesia
Gifted Students MTsN Psychology of Islamic Education

Abstract

The term gifted is described by Renzulli that there are interactions that unite the three main characteristics (three rings conception), namely general abilities with levels above the average normal child, creativity above average, self-attachment to tasks is quite high. Gifted children have the ability to develop a combination of the three characteristics. The purpose of this study was to determine the condition of gifted students and analyze the development of giftedness in MTsN Wonogiri Regency.

This research is a field research designed to find out the development of gifted stu- dents at MTsN Wonogiri, Central Java. The research design uses qualitative analysis with a multidisciplinary approach. This study besides describing ethnographically the school under study in the research location, as well as trying to dismantle and understand the hidden ideas of the development of gifted students at school.

The results of this study are (1) MTsN 1 Wonogiri, MTsN Nguntoronadi, and MTsN Purwantoro are Islamic Education Institutions under the auspices of the Ministry of Reli- gion of Wonogiri Regency who pay attention to the development of student giftedness, through initial selection of school entry, learning processes, evaluations, extracurricular activities and stakeholders, (2) Analysis of student gifted development in the form of char- acteristics, namely average ability; general ability, special ability, commitment to the task.

 

Pendahuluan

Setiap manusia dilahirkan sebagai individu yang berbeda-beda potensi, kemampuan, sifat atau sikapnya. Kelompok yang disebut berbakat istimewa yaitu mereka yang mempunyai potensi unggul di atas potensi yang dimiliki oleh manusia normal. Biasanya mereka memiliki perspektif yang berbeda dengan manusia lainnya.

Menurut definisi yang dikemukakan Renzulli (dalam Munandar, 2002: 31), anak berbakat adalah mereka yang dalam dirinya terdapat interaksi yang menyatu tiga ciri pokok, yaitu kemampuan umum dengan tingkatannya di atas rata-rata anak normal, kreativitas di atas rata-rata, pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) yang cukup tinggi. Menurut Renzulli anak berbakat memiliki kecakapan dalam mengembangkan gabungan ketiga ciri di atas dan menampilkannya sebagai potensi yang dimiliki ke segala bidang yang dikembangkan oleh manusia (Hawadi, 2002: 63).

Sementara itu menurut Dedi Supriadi (1994: 159), beberapa masalah khusus yang dihadapi oleh anak berbakat ada empat, yaitu: pertama, masalah pilihan karir yang tidak realistis, anak-anak berbakat cenderung mempunyai pilihan karir yang kurang realistis kurang populer menurut persepsi lingkungannya. Kedua, masalah hubungan dengan guru dan teman sebaya, masalah ini timbul dari konsekuensi dari sifat anak-anak berbakat yang kritis dan tidak selalu ingin melekatkan diri pada otoritas yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman-teman dan gurunya.

Ketiga, masalah perkembangan yang tidak selaras, keunggulan potensi yang dimiliki anak-anak berbakat kadang dapat menimbulkan masalah bagi mereka sendiri dan lingkungannya jika lingkungan tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi tersebut. Keempat, masalah tidak adanya tokoh ideal, banyak anak berbakat yang menyukai tokoh-tokoh besar yang menjadi model dalam hidupnya, tokoh-tokoh tersebut bisa berada dekat disekitarnya dan bisa jauh.

Dari sini dapat dilihat bahwa mutu seseorang terlihat dari tingkat kepribadian dan potensi-potensi (bakat, minat dan kemampuannya), maka anak berbakat pun memerlukan program yang dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Program ini adalah bimbingan dan konseling yang berdiferensiasi yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi anak berbakat. Hal ini justru menuntut kepekaan konselor atau guru pembimbing karena kebutuhan-kebutuhan khas yang mereka miliki.

Analisisi keberbakatan anak yang diberikan guru mampu membuat anak berbakat mengarahkan dirinya sendiri, menyadari hambatan/kekurangan pada pertumbuhannya dan memungkinkan anak membuka diri agar mereka mampu mengembangkan dirinya. Sebagai sekolah menengah pertama di wonogiri ini, di MTsN Nguntoronadi, MTsN Wonogiri, dan MTsN Purwantoro Kabupaten Wonogiri merupakan sekolah yang di dalamnya banyak menampung anak-anak berbakat.

Dari keenam jenis keberbakatan, di MTsN Nguntoronadi, MTsN Wonogiri, dan MTsN Purwantoro Kabupaten Wonogiri saat ini Terdapat lima jenis keberbakatan, yaitu meliputi: pertama, keberbakatan intelektual umum, yaitu dalam hal prestasi akademik dan kecerdasan atau intelegensi yang tinggi. Kedua, keberbakatan akademik khusus, yaitu dalam bidang bahasa Inggris dan Qiraah Al-Qur’an. Ketiga, keberbakatan kepemimpinan. Keempat, keberbakatan dalam salah satu bidang seni, yaitu seni musik, lukis, menyanyi. Kelima, keberbakatan psikomotor, yaitu olahraga volley, senam, catur, dan renang. Sementara ini untuk keberbakatan berpikir kreatif-produktif belum ditemukan.

Dengan masalah sebagaimana tersebut di atas, penulis meneliti kondisi siswa berbakat dan menganalisis perkembangan keberbakatan di MTsN Kabupaten Wonogiri.

Metode

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach) 1 yang dirancang untuk mengetahui perkembangan keberbakatan siswa MTsN (yaitu MTsN Nguntoronadi, MTsN Wonogiri, dan MTsN Purwantoro) Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Rancangan penelitiannya menggunakan analisis kualitatif dengan pendekatan yang sifatnya multidisiplin. Penelitian ini selain memaparkan secara etnografis sekolah yang diteliti di lokasi penelitian, sekaligus mencoba untuk membongkar dan memahami gagasan atau ide tersembunyi dibalik terjadinya perkembangan keberbakatan siswa di sekolah.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri yang berlokasi di Nguntoronadi, Wonogiri, dan Purwantoro Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Dasar pertimbangan untuk memilih lokasi penelitian di Kota Wonogiri adalah (1) ada kesenjangan yang sangat tajam dengan posisi siswa berbakat dan yang tidak berbakat dengan klasifikasi jenis kelamin laki-laki dan perempuan; (2) memungkinkan mendapatkan data; (3) orang yang ditetapkan ditunjuk menjadi informan memiliki kemampuan untuk memberikan informasi yang valid; (4) penelitian yang berhubungan dengan perkembangan keberbakatan siswa belum pernah dilakukan

Teknik Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri dan beberapa UPTD Pendidikan Kecamatan (dimana MTsN berada) yang merupakan penentu kebijakan pendidikan, Komite Sekolah, Kepala Sekolah, Guru Perempuan dan Guru Laki-Laki, dan beberapa siswa yang dianggap masuk kategori siswa berbakat yang merupakan informan kunci

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, dan didukung data kuantitatif sebagai penunjang (sekunder).1 Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam, yakni sumber data primer berupa orang sebagai informan dan objek yang diobservasi, sumber data sekunder diperoleh dari jurnal, artikel, literatur atau buku, internet, dokumen, dan catatan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini terutama peneliti sendiri karena data yang dikumpulkan adalah data yang bersifat kualitatif yaitu data yang diperoleh dari informan dilengkapi dengan pedoman wawancara, alat perekam suara, kamera dan alat tulis.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data untuk keperluan analisis, peneliti menggunakan tiga jenis teknik yaitu (1) teknik observasi (pengamatan), (2) teknik wawancara mendalam, dan (3) teknik dokumentasi (studi dokumen).2

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif interpretatif. Analisis data kualitatif dilakukan melewati tiga langkah sistematis sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data 3yaitu (1) reduksi data, merupakan pemilahan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data, (2) penyajian data merupakan kegiatan merangkai, menyususn informasi menjadi bentuk yang sederhana, mudah dipahami, (3) menarik kesimpulan merupakan konfigurasi terhadap catatan lapangan untuk menguji kebenaran, validitas yang ditemukan di lapangan.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Berbagai keberbakatan siswa di Madarasah Tsanawiyah Kabupaten Wonogiri difasilitasi oleh lembaga, mulai dari bakat akademik, non akademik, dan sampai pada bakat religiusitas siswa. Perkembangan keberbakatan siswa mendapatkan perhatian sendiri di Madrasah Tsanawiyah, dengan upaya memberikan fasilitas seadanya yang dimiliki madrasah.

Peran Guru dalam Perkembangan Keberbakatan Siswa

Keberbakatan perilaku/akhlak menjadi icon tersendiri di MTsN Nguntoronadi yang berupa shalat jamaah, ngaji sebelum masuk pelajaran dengan 15 menit dan 15 menit sebelum pulang dengan membaca asmaul husna, membuang sampah di tempatnya (An-Nazâfatu min al-imân). Semua elemen bertanggung jawab pada keberbakan anak didik masing-masing, khususnya kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, yang mengatur dan mendampingi keberbakatan siswa (Wawancara bersama Bapak Rosyad Efendi, Kasek MTsN Nguntoronadi).

1. Bentuk kreativitas tinggi siswa yang berbakat adalah pramuka, lomba MTQ, bidang olahraga, lomba seni, dan baca tulis al-Qur’ân (BTA) diberlakukan sebanyak seminggu empat kali dengan pola mengaji di masjid dan lain sebagainya (Wawancara bersama Parmanto, Wakasek MTsN Purwantoro).

2. Dukungan guru sekolah pada siswa yang mempunyai keberbakatan dengan memberikan motivasi berupa pendampingan guru kepada mereka pada moment-moment lomba (Wawancara bersama Parmanto, Wakasek MTsN Purwantoro). Pendampingan guru-guru pada anak-anak yang berbakat melalui berbagai mata pelajaran tertentu di luar jam sekolah, dengan diketahui wali kelas masing-masing (Wawancara bersama Bapak Rosyad Efendi, Kasek MTsN Nguntoronadi).

3. Fasilitas sekolah belum maksimal dalam memberikan fasilitas bagi siswa yang mempunyai keberbakatan, yang ditandai dengan berbagai ruang ekstrakurikuler masih bergabung dengan ruang pembelajaran (Wawancara bersama Parmanto, Wakasek MTsN Purwantoro). Berbeda dengan MTsN Nguntoronadi, Kepala sekolah memberikan fasilitas seperti ruang band, dan rewards. Dan guru-guru mendampingi sesuai degan mata pelajaran masing-masing, dengan tidak membedakan antara guru agama dan guru umum

4. Dalam pembelajaran, guru menyiapkan pembelajaran di kelas khusus pada siswa yang mempunyai keberbakatan, dengan menambah jam pembelajaran dari kelas regular (Wawancara bersama Parmanto, Wakasek MTsN Purwantoro).

5. Pemegang komitmen dalam pengembangan keberbakatan di sekolah adalah semua unsur tapi lebih dominan adalah wakil kepala sekolah bidang kurikulum yang dibantu oleh guru-guru.

Peran Keluarga dalam Perkembangan Keberbakatan Siswa.

Perkembangan keberbakatan siswa tidak lepas dari peran keluarga dalam memberikan fasilitas dan pendampingan, kedua orang tua lebih memiliki komitmen dalam pengembangan keberbakatan di rumah, saudara-saudaranya belum, karena mereka masih berfikir dirinya sendiri. Adapun Bakat perilaku/akhlak, bisa dikategorikan bagus, tapi berbahasanya kurang karena dari kecilnya kurang ditanamkan tentang berbahasa jawa yang baik. Seperti salam, ibadah, mengajar TPA dan lainnya biasa dilakukannya.

Peran Teman Sebaya dalam Perkembangan Keberbakatan Siswa.

1. Sebagian dari siswa berbakat mempunyai nilai lebih dari yang lain (MTsN Nguntoronadi dan MTsN Wonogiri), dan sebagian yang lainnya memiliki kecerdasan di atas rata-rata (MTsN Purwantoro).

2. Siswa berbakat kecenderungan memiliki komitmen yang kuat, yaitu menyelesaikan tugas dengan baik begitu menerimanya (MTsN Nguntoronadi dan MTsN Wonogiri), bahkan menyelesaikan tugasnya lebih awal dari teman-teman siswa lainnya (MTsN Purwantoro).

3. Cara bergaul siswa berbakat sama dengan yang lainnya (MTsN 1 Purwantoro), dan cenderung bergaul hanya dengan sesama jenis (MTsN 1 Wonogiri).

4. Bentuk-bentuk keberbakatan yang dimiliki siswa diantaranya, yaitu prestasi belajar, tenis meja, bola voly (MTsN Nguntoronadi), prestasi belajar, atlet lari, sepakbola, renang, badminton, futsal, rebana, sepak takraw, dan sepak bola (MTsN Wonogiri).

5. Paling berperan mengantarkan siswa berbakat adalah keluarga, guru, teman-teman, dan Allah SWT (MTsN Wonogiri, Nguntoronadi dan Purwantoro).

6. Siswa berbakat memiliki kemampuan mengatur waktu yaitu waktu untuk mengembangkan keberbakatannya dan waktu untuk berteman, dan kemampuan menjaga keseimbangan antara belajar dan bergaul (MTsN Wonogiri, Nguntoronadi dan Purwantoro).

7. Teman sebaya mendukung pada siswa berbakat yang ditandai rasa bangga atas prestasinya, ingin meniru dan mengikutinya (MTsN Wonogiri, Nguntoronadi dan Purwantoro), dan sebagian yang lainnya tidak mendukung karena setiap siswa berpeluang mengembangkan keberbakatannya (MTsN 1 Wonogiri).

Pembahasan

Analisis perkembangan keberbakatan siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Wonogiri, Madrasah Tsanawiyah Negeri Nguntoronadi, dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Purwantoro Kabupaten Wonogiri melalui beberapa pembahasan, yaitu:

Kondisi Siswa Berbakat di MTsN Wonogiri

Penulis menilai kriteria pengukuran keberbakatan yang digunakan di MTsN 1 Wonogiri dan MTsN Nguntoronadi tidak hanya memakai kriteria pengukuran Renzulli, ada beberapa tes yang masuk pada ranah pengukuran keberbakatan yang dikembangkan oleh DeHaan dan Havinghurst yakni intellectual ability (inteligensi, penalaran verbal, penalaran numerik) dan mechanical skill (berpikir konstruktif). Parameter utama yang digunakan MTsN 1 Wonogiri dan MTsN Nguntoronadi untuk menilai keberbakatan anak didik adalah hasil tes intelektual, bakat dan kepribadian.

Di samping berpedoman dengan hasil tes inteligensi, bakat, minat dan kepribadian, sekolah juga selalu memantau perkembangan siswa melalui prestasi akademiknya. Sekolah juga menyediakan layanan bimbingan dan konseling yang bisa dimanfaatkan oleh semua siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus.

Sementara kategori keberbakatan tidak hanya berhenti pada tes IQ semata, Munandar mengatakan keberbakatan siswa tidak harus superior di semua bidang, namun siswa dengan IQ 120 ke atas dan disertai bakat dan kreatifitas lain yang juga di atas rata-rata juga termasuk dalam keberbakatan siswa.

Berdasarkan hasil observasi di sekolah, didapatkan beberapa siswa dengan keberbakatannya memiliki rata-rata 80 sebanyak 47 siswa di 3 Madrasah.4

Perkembangan Keberbakatan di MTsN Wonogiri

Prosedur yang digunakan dalam proses identifikasi anak berbakat bersifat nondiskriminatif dikaitkan dengan ras, latar belakang ekonomik, suku, dan kondisi kecacatan. Dalam rangka identifikasi anak berbakat, ada dua langkah penting, yaitu penjaringan (screening) dan assessmen.

Penjaringan (Screening)

1. Nominasi guru

Observasi guru memungkinkan evaluasi perkembangan sepanjang waktu. Guru dapat mempertimbangkan cara siswa memecahkan masalah, seperti juga mempertimbangkan jawabannya.

2. Nominasi orang tua

Orangtua dapat memungkinkan pemberian rekomendasi berdasarkan pengamatannya yang lama terhadap bakat yang dimiliki anak. Berkaitan dengan itu, orangtua dapat memperhatikan tingkat penguasaan anak dalam tugas intelektual dan minat dan keingintahuan yang bervariasi.

3. Nominasi teman sebaya (peer nomination)

Penunjukkan teman sebaya dapat memberikan informasi tentang keunggulan anak berbakat dalam sekolah, baik berkenaan dengan keunggulan bidang akademik maupun bidang non-akademik, terutama kemampuan anak memecahkan masalah, kemampuan kepemimpinan, dan sikap kejujuran anak.

4. Prestasi akademik anak

Posisi anak pada saat diidentifikasi memiliki nilai informasi yang sangat penting, terutama berkenaan dengan kedudukan prestasi terakhir siswa, di samping sejarah prestasi akademiknya, maupun non akademiknya yang sangat terkait dengan keunggulan anak dalam kinerjanya.

5. Portofolio

Kemajuan sepanjang waktu, yang disertai dengan prestasi keseluruhannya, dapat dinilai oleh pemantau bahan-bahan yang tersimpan dalam portofolionya. Ini memungkinkan evaluasi dalam berbagai bidang, seperti belajar yang memiliki gaya tertentu dan penggunaan pengetahuan.

6. Produk kerja atau kinerja yang bagus sekali

Selama dalam sejarah kehidupan anak, perlu terus ditelusuri produk-produk karya siswa berbakat, baik yang dihasilkan secara voluntir maupun hasil lomba, yang dibuktikan dengan piala atau piagam penghargaan.

7. Observasi

Pengamatan terhadap perilaku anak berbakat, baik dalam kelas, maupun di luar kelas, terutama berkenaan dengan perilaku-perilaku yang menunjukkan kinerja baik sebagai pribadi maupun anggota kelompok, keluarga, atau masyarakat.

8. Mereviweu catatan siswa

Siswa biasanya memiliki catatan pribadi. Melalui cara ini, dapat dilihat bagaimana catatan pribadi siswa tentang kegiatan di luar sekolah, misalnya, keanggotaan dalam suatu drama club, peran dalam kegiatan keluarga, dan serta peran di masyarakat yang juga sangat penting adalah bagaimana dengan konsistensi prestasi di sekolah.

9. Tes kelompok (group test).

Tes kelompok ini dilakukan untuk menambah informasi tentang anak, baik berkenaan dengan informasi inteligensi maupun bakat skolastik dan prestasi belajarnya. Untuk itu perlu dilakukan tes inteligensi, tes bakat skolastik, maupun tes prestasi belajar.5

Assesment

Berdasarkan hasil screening, maka selanjutnya dilakukan assesment baik terkait dengan kemampuan kecerdasan umum, bakat skolastik dan bakat lainnya, maupun tingkat kreativitas dan komitmen tugas. Untuk melakukan assessmen tersebut, digunakan tes dan instrumen terstandar, di antaranya digunakan tes inteligensi, tes bakat skolastik, tes bakat, tes kreativitas, dan inventory komitmen tugas. Sebagian besar tes tersebut lebih bersifat individual.

Agar dapat mencapai tujuan “Meningkatnya prestasi belajar anak berbakat sesuai dengan potensi yang dimilikinya secara optimal,” ada beberapa alternatif yang dapat dikemukakan, diantaranya sebagai berikut:

1. Membuat batasan yang dapat diterima oleh semua pihak tentang siapa anak berbakat, kriterianya, hal ini dianggap sangat penting, karena kenyataan yang terjadi pada guru-guru di sekolah selain tidak mengetahui tentang kriteria anak berbakat juga tidak memahami batasan anak berbakat.

2. Membuat standarisasi secara nasional untuk prosedur identifikasi terhadap anak-anak yang memiliki kecerdasan tinggi. Isu sentral dalam hal ini ialah bagaimana menemukan model yang dianggap paling efektif dari segi hasil (daya ramal terhadap performansi peserta didik kemudian), tetapi efisien dari segi waktu, biaya, dan tenaga.

3. Mengubah kurikulum yang sifatnya sentralisasi menjadi desentralisasi; dengan kurikulum yang desentralisasi guru lebih leluasa menentukan materi pelajaran baik dari segi keluasan maupun kedalamannya, guru tidak mengejar target kurikulum yang nantinya dievaluasi melalui ebtanas.

4. Menyediakan sekolah khusus atau kelas khusus yang mendidik anak-anak berbakat; pada sekolah jenis ini peserta didik dilayani secara khusus. Siswa yang masuk ke sekolah ini harus melewati seleksi yang sangat ketat, sehingga terjaring siswa yang benar-benar unggul. Pada sekolah khusus atau kelas khusus harus disediakan sarana dan prasarana serta layanan yang benar-benar memadai sesuai dengan bakat, kemampuan dan kebutuhan siswa.

5. Memberikan layanan individualisasi pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah, layanan pendidikan pada kelas atau sekolah integrasi, yaitu anak-anak berbakat belajar bersama pada sekolah biasa, tetapi sistem pengajarannya diindividualisasikan atau Individualized Education Program (IEP).

6. Melengkapi sarana dan prasarana pendidikan yang memadai untuk semua sekolah; sarana pendidikan sangat dibutuhkan dalam rangka mengembangkan bakat dan kemampuan siswa. Selain sarana dan prasarana yang memadai, idealnya masing-masing sekolah harus menentukan salah satu penekanan tentang aspek yang dikembangkan oleh sekolah tersebut, hal ini menjadi penting karena tidak mungkin tiap sekolah mengembangkan seluruh aspek keberbakatan yang dimiliki oleh anak berbakat. 6

Kesimpulan

Penelitian ini bisa disimpulkan sebagai berikut:

Kondisi siswa berbakat di MTsN Wonogiri melalui pemetaan kondisi intelektual, bakat dan kreativitas, kepribadian dan motivasi siswa, dengan mengadakan tes melalui kriteria pengukuran; baik kemampuan umum, kecerdasan emosional, dan minat. Siswa dengan keberbakatannya, memiliki rata-rata 80 sebanyak 59 siswa di 3 MTsN Kabupatan Wonogiri.

Perkembangan Keberbakatan di MTsN Wonogiri bila dikaitkan dengan definisi Renzulli, maka karakteristik anak berbakat, di antaranya menunjukkan kemampuan di atas rata-rata, menunjukkan komitmen terhadap tugas berupa antusiasme, dan keterlibatan dengan suatu problem atau bidang tertentu, kepercayaan diri dan keinginan, menunjukkan kreativitas yang tinggi berupa kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam berpikir, keterbukaan terhadap pengalaman, rasa ingin tahu, dan sikap berani mengambil langkah. Dan dalam rangka identifikasi anak berbakat, ada dua langkah penting, yaitu penjaringan (screening) dan asessment.

Ucapan Terima Kasih

Kalimat syukur kepada Ilahi Rabbi dan ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian; teman-teman di Program Pasca Sarjana Program Doktor (S3) Psikologi Pendidikan Islam, teman-teman guru SDN 2 Sanan Girimanto Wonogiri, Jawa Tengah, teman-teman guru di MTsN Wonogiri, dan teman-teman Dosen di Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang mendukung selesainya disertasi ini.

References

  1. Moleoang Lexy , Remaja Rosda, Karya: Bandung; 1998.
  2. Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif. Alfabert: Bandung; 2007.
  3. Tabroni, Suprayoga PT Rosyda Karya: Bandung; 2001.
  4. [5]Dokumen MTsN 1 Wonogiri tentang data siswa Tahun Ajaran 2015/2016. Dokumen MTsN 1 Wonogiri tentang data siswa Tahun Ajaran. 2015.
  5. Hawadi Reni, Akbar Identifikasi Keberbakatan Intelektual Melalui Metode Non-Tes: Dengan Pendekatan Konsep Keberbakatan Renzulli. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta; 2002.
  6. Semiawan Conny, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Grasindo: Jakarta; 2003.